Intime – Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai langkah yang kembali melemahkan kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.
Lakso menyebut kebijakan tersebut mengulang pola serupa seperti pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu, yang dianggap mengabaikan proses hukum panjang yang telah ditempuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Lakso, keputusan rehabilitasi dalam kasus ASDP tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Ia menegaskan bahwa presiden semestinya menghormati proses hukum, bukan mengambil langkah-langkah yang pada akhirnya justru menegasikan kerja keras penyidik dan jaksa KPK.
“Rehabilitasi ini menunjukkan bahwa Presiden kembali menegasikan kerja KPK. Dalam kasus ASDP, Presiden tidak melihat secara substansial persoalan yang terjadi melalui fakta persidangan. Jika ini terus terjadi, publik akan kehilangan kepercayaan pada institusi pemberantasan korupsi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (27/11).
Lakso mempertanyakan arah kebijakan Presiden Prabowo dalam memperbaiki sistem pemberantasan korupsi. Jika presiden menilai ada persoalan dalam proses penegakan hukum, ia menilai langkah yang seharusnya ditempuh adalah melakukan pembenahan radikal di institusi terkait, seperti Kejaksaan Agung dan KPK, bukan mengambil keputusan di hilir proses hukum.
“Tidak bisa presiden terus mengambil sikap pada tahap akhir hanya demi keuntungan elektoral. Ini berbahaya, karena pelaku pidana bisa fokus membangun opini di media dan melakukan lobi politik untuk lolos dari jerat hukum,” kata Lakso.
Ia memperingatkan bahwa pola pemberian amnesti atau rehabilitasi pascaproses hukum hanya akan menciptakan iklim impunitas, di mana pelaku tindak pidana tidak lagi takut pada proses hukum karena merasa pada akhirnya dapat memperoleh pengampunan politik.

