Intime – Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, mendesak agar praktik multifungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam urusan sipil segera dihentikan sepenuhnya.
Desakan itu disampaikan Ardi dalam momentum peringatan HUT ke-80 TNI yang jatuh pada 5 Oktober 2025.
Ardi menyatakan, langkah tersebut penting untuk menegakkan kembali prinsip supremasi sipil dan menjaga komitmen terhadap agenda reformasi sektor keamanan.
“Institusi militer harus ditempatkan sesuai mandat konstitusionalnya, yakni sebagai alat pertahanan negara. Namun, hingga hari ini berbagai praktik multifungsi TNI masih berlangsung dan terus meluas ke ranah sipil,” jelas dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (6/10).
Menurut Ardi, praktik tersebut mencakup penempatan prajurit aktif TNI di lembaga sipil, keterlibatan dalam urusan keamanan dalam negeri, hingga pengelolaan sektor non-pertahanan.
“Praktik tersebut jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan agenda demokratisasi di Indonesia,” jelas dia.
Ia menilai, praktik multifungsi tidak hanya merusak tata kelola pemerintahan sipil, tetapi juga mengganggu profesionalisme militer.
“Selain itu, multifungsi TNI membuka ruang penyalahgunaan kewenangan yang berkaitan langsung dengan tindakan represif terhadap masyarakat,” tutur dia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang turut diwakili Imparsial, juga menekankan pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Revisi itu diperlukan untuk memastikan setiap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diproses melalui peradilan umum, bukan di lingkungan militer.
“Pemerintah dan DPR RI menegaskan kembali agenda reformasi sektor keamanan dalam kebijakan dan praktik, bukan sekadar seremoni,” ujarnya.
Ardi juga mendorong Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto agar mengembalikan militer ke tugas utamanya menjaga pertahanan negara.
“Tidak akan ada demokrasi tanpa supremasi sipil. Tidak akan ada keadilan tanpa akuntabilitas militer,” pungkasnya.