Kerja sama Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa bukanlah tindak pidana dan tidak menyebabkan kerugian negara.
Demikian inti dari pleidoi terdakwa Yaniarsyah Hasan yang berjudul “Tempatku Bukan Di sini, Saya Bukan Koruptor, Saya Seorang Investor, Saya Seorang Profesional, Saya Hanya Kambing Hitam”.
Dalam nota pembelaan tersebut dia mengutip pandangan dari empat pakar hukum yang telah dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan, yakni Dr. Mailinda Eka Yuniza, Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, dan Prof. Akhmad Syakhroza.
“Para ahli hukum tersebut telah memberikan pendapat/opini hukum dan keterangan sebagai Ahli dalam perkara ini, yang pokoknya perkara PDPDE Sumsel bukanlah perkara pidana dan tidak ditemukan adanya keuangan negara atau kerugian negara,” tegas Yaniarsyah dalam pleidoinya.
Bahkan, sebagai bos PDPDE Sumsel, Yaniarsyah pernah dianugerahi Satyalancana Wira Karya oleh presiden. Putra asli Sumsel itu juga meraih sejumlah penghargaan bergengsi lain sepanjang kariernya, termasuk gelar CEO BUMD Terbaik 2017.
“Saya seorang profesional dan selalu memiliki integritas tinggi dalam melakukan pekerjaan saya, ayah dan ibu saya mengajari jangan ambil yang bukan hakmu. Dan ini selalu jadi pengingat saya dalam bekerja,” tegasnya
Merasa dijadikan kambing hitam, Yaniarsyah menegaskan tidak pernah lakukan semua yang dituduhkan jaksa. Dia mengaku tidak menandatangani MoU, JV Agreement, pendirian PT. PDPDE GAS, dan penjualan saham PT DKLN.
“Semua dokumen terkait dan akta-akata yang berhubungan dengan hal tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT DKLN Sdr Said August Putera,” lanjut dia.
Yaniarsyah juga mengingatkan bahwa laporan keuangan tahun 2010 dan 2011 telah dinyatakan kembali alias restatement pada laporan keuangan tahun 2012 dengan pendapat WTP. Menurutnya, restatement laporan keuangan tersebut juga diteken oleh Adrian Utama Gani.
“Jadi adalah sangat tidak mendasar telah menuduh saya dan Muddai Madang telah melakukan rekayasa laporan keuangan, karena laporan keuangan telah dilakukan audit oleh akuntan publik (KAP) dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan faktanya saya baru lihat laporan keuangan yang dituduhkan setelah saya menjadi tersangka dalam perkara ini,” beber Yaniarsyah.
Selain itu Yaniarsyah juga menyampaikan bahwa sejak Juni 2012 pengelolaan PT. PDPDE GAS dilakukan oleh PT. Panji Raya Alamindo anak usaha PT Rukun Raharja, Tbk, bukan PT. DKLN.
“Saya sebagai black sheep victim atau korban yang dikambing hitamkan. Itulah yang saya rasakan. Yang paling bertanggung jawab dan mendapatkan benefit besar tetap di luar sana melihat penderitaaan kami di sini. Tebang pilih, itulah proses penegakan hukum yang tengah dipertontonkan,” tambah dia.
Menutup pleidoi, Yaniarsyah berharap majelis hakim memutus seadil-adilnya berdasarkan suara hati yang bersih. Dia pun mengutip firman Allah SWT dalam surat An-Anisa Ayat ke 58.
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah maha mendengar, maha melihat,” ucap Yaniarsyah.
Ifdhal Kasim, kuasa hukum dari Yaniarsyah, menyampaikan hal yang sama. Seluruh fakta yang disajikan selama persidangan membuktikan bahwa kliennya tak bersalah.
“Pada intinya, kami melihat, Pak Yaniarsyah itu korban salah sasaran, ada 9 aktor lainnya yang dimuat dalam laporan investigasi BPK diduga telah melakukan penyimpangan dan masih ada di luar sana yang harusnya ditangkap,” ujarnya.