Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik 2026, DPRD DKI: Beban Ekonomi Rakyat Bertambah

Intime – Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah mendapatkan penolakan dari anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth.

Menurutnya, hal itu bukanlah solusi tunggal, karena dampaknya menambah beban ekonomi masyarakat, terutama kalangan pekerja, pedagang kecil dan kelompok rentan.

“Apabila iuran BPJS Kesehatan benar-benar dinaikkan, apakah masyarakat juga akan mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan?” kata Kenneth di Jakarta, Jumat (22/8).

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan berlaku pada 2026.

“Saya menilai kebijakan ini akan menambah beban ekonomi masyarakat yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi akibat tingginya biaya hidup di Jakarta,” ujarnya.

Bang Kent sapaan akrab Hardiyanto Kenneth mengkritisi pernyataan Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, yang mengatakan, jika penyesuaian iuran dilakukan, akan tercipta keseimbangan antara biaya pelayanan kesehatan dengan sumber pembiayaan yang sepenuhnya dari iuran.

Menurut dia, selama ini terjadi, meskipun masyarakat sudah rutin membayar iuran, keluhan tetap saja muncul. Antrean panjang di rumah sakit, keterbatasan kamar rawat inap, obat yang tidak tersedia.

“Hingga perbedaan perlakuan antara pasien BPJS dan pasien umum masih sering kita temui di lapangan. Artinya, problem utama BPJS Kesehatan bukan hanya soal defisit anggaran, melainkan juga tata kelola layanan yang belum maksimal,” ujarnya

Padahal, kata Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu, kesehatan merupakan hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi.

Oleh sebab itu, keberadaan BPJS Kesehatan harus dipandang sebagai instrumen negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bukan sekadar badan usaha yang menutupi kekurangan anggarannya dengan menaikkan iuran peserta.

Pemerintah bersama BPJS Kesehatan perlu terlebih dahulu melakukan pembenahan internal yang serius, termasuk meningkatkan transparansi pengelolaan dana, mengurangi potensi kebocoran, serta memperbaiki tata kelola klaim dan pelayanan rumah sakit.

“Saya mendesak agar pemerintah dan BPJS lebih dahulu memperbaiki manajemen internal, menekan kebocoran, serta melakukan audit menyeluruh secara terbuka sebelum menjadikan kenaikan iuran sebagai pilihan utama,” katanya.

Sebelum opsi kenaikan iuran diputuskan, sambung Kent, pemerintah seharusnya mengoptimalkan skema subsidi silang serta meningkatkan kontribusi negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah Daerah, termasuk Provinsi DKI Jakarta, juga dapat dilibatkan lebih jauh untuk membantu menutup kekurangan melalui alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

“Skema subsidi silang harus lebih diperluas, yakni peserta mampu bisa berkontribusi lebih besar untuk menolong kelompok masyarakat miskin dan rentan,” kata dia menambahkan.

Kent pun menegaskan, bahwa perlindungan kesehatan bagi seluruh warga negara merupakan prioritas utama. Kebijakan apa pun yang diambil harus mengedepankan kepentingan rakyat banyak, serta memastikan akses layanan kesehatan tetap inklusif dan berkeadilan.

“Saya mendorong pemerintah pusat, BPJS Kesehatan dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari solusi komprehensif, bukan sekadar langkah instan yang berpotensi menimbulkan keresahan sosial,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini