Kekhususan Jakarta Hilang, M. Taufik: Kursi DPRD DKI Berkurang Menjadi 85 Orang

Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik punya kekhawatiran besar soal posisi Jakarta setelah tak lagi menjadi Ibu Kota Negara.

Sebab, perubahan posisi Jakarta, kata dia, bakal berimplikasi pada jumlah kursi di DPRD DKI yang bakal berkurang. Pasalnya, setelah disahkan UU IKN, perubahan dalam sistem tata negara tak diatur secara jelas.

“Jangan-jangan nanti Pemilu yang akan datang jumlah kursi di DPRD DKI tidak lagi 106 kursi. Bisa (berkurang) jadi 85 kursi saja kalau berdasarkan hitung-hitungan saya bila disepadankan dengan jumlah penduduk,” katanya saat Rapat Koordinasi Wilayah Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jakarta, di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/3), sore.

Selain berdampak pada jumlah kursi dewan di Kebon Sirih yang berkurang, perubahan status Jakarta juga berdampak langsung pada syarat memenangi Pilgub DKI.

Dalam UU Kekhususan Jakarta, pemenang Pilgub DKI harus mengantongi 50+1% perolehan suara. Sementara dalam UU Pemilu, syarat memenangi Pilkada cukup mengantongi 30% suara pemilih.

“Ini problem sendiri yang harus dipikirkan dan didorong. Gimana Jakarta posisinya seperti apa? Mau jadi daerah khusus, khusus apa? Ini harusnya didiskusikan secara matang,” katanya.

Dia mengatakan, hingga saat ini, publik Jakarta belum ada yang secara serius merespons status terbaru Jakarta. Padahal, dia sangat mengkhawatirkan posisi Jakarta setelah tak lagi menjadi ibukota. Terutama dampak-dampak terhadap kelanjutan pembangunan dan dampak politik yang muncul.

“Sampai hari ini belum ada orang mendiskusikan ini secara serius. Sehingga menjadi masukan bagi Kemendagri untuk menyusun sesegera mungkin status Jakarta seperti apa. Saya ada kekhawatiran berat soal itu,” katanya.

Selain itu, selama masa transisi Jakarta menuju Pilkada DKI tahun 2024, Jakarta bakal dipimpin oleh pejabat gubernur. Artinya, kata dia, selama dua tahun itu pula penjabat gubernur tak memiliki kewenangan kuat untuk mengelola APBD DKI untuk kepentingan strategis.

“Kan ini tidak. Seseorang yang diberi mandat menyerahkan kepada orang yang ditunjuk oleh pemerintah (pejabat gubernur). Menurut saya ini nggak adil. APBD DKI itu kalau 2 tahun kira-kira sampai 170 triliun selama 2 tahun,” tandas dia.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini