Kembali Diperiksa Kasus Oplos BBM, Nasib Alfian Nasution Diujung Tanduk
Intime – Eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2021, Alfian Nasution kembali diperiksa oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.
Berdasarkan catatan, Alfian Nasution sudah dua kali menjalani pemeriksaan dalam status sebagai saksi dalam kasus korupsi tata kelola minyak di PT Pertamina. Pemeriksaan pertama pada Jumat 21 Maret dan kedua diperiksa pada Rabu, 26 Maret 2025 kemarin.
Berdasarkan pantauan di gedung Kartika Kejagung, Alfian Nasution terlihat selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 21.30 Wib, dan didampingi para Legal atau tim hukum dari PT Pertamina Persero dan kuasa hukum. Dia tampak mengenakan kemeja putih, dan langsung masuk ke dalam mobil setelah keluar dari gedung Kejagung.
Apakah Alfian Nasution yang kini menjabat Direktur Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina (Persero) ini berpotensi dinaikan statusnya dari saksi menjadi tersangka setelah diperiksa tim penyidik Jampidsus sebanyak dua kali? Publik menunggu pendalaman penyidik dan mengumpulkan alat bukti.
Selain Alfian, tim penyidik Jampidsus memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina dan sub holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.
Sejumlah saksi yang diperiksa, yakni berinisial RH selaku GA dan QG Lab PT Orbit Terminal Merak, RDF selaku Specialist 1 HPO PT Kilang Pertamina Internasional periode 2020-2024, MR selaku Director of Risk Management PT Pertamina International Shipping, WH selaku Manager Crude & Dirty Petro Operation PT Pertamina International Shipping, dan MHD selaku Direktur Pemasaran PT Pertamina tahun 2016.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah yang merugikan negara ratusan triliun,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, yang dikutip Kamis (27/3).
Pada pemeriksaan pertama, Alfian Nasution diperiksa sebagai saksi untuk 9 tersangka dalam rangka memberikan keterangan untuk mengumpulkan alat bukti dan barang bukti dan melengkapi berkas perkara para tersangka yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.
“AN (Alfian Nasution) selaku Direktur Utama PT Patra Niaga tahun 2021, diperiksa sebagai saksi,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (21/3) malam.
Hingga saat ini, status Alfian Nasution masih sebagai saksi. Dan belum diketahui apakah nantinya akan dinaikan statusnya dari saksi menjadi tersangka, penyidik Jampidsus masih mendalami dan mengumpulkan alat bukti.
“Masih saksi, belum ditetapkan tersangka,” ujar sumber di Kejagung.
Sebelumnya diketahui, penyidik Jampidsus Kejagung menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan direktur utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution pada Jumat (21/3).
Pemeriksaan tersebut terkait penyidikan korupsi minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina subholding periode 2018 hingga 2023.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa tim penyidik Jampidsus berencana melakukan pemeriksaan terhadap Alfian Nasution.
“Terkait pemeriksaan rencananya besok, penyidik merencanakan akan melakukan pemeriksaan terhadap inisial AN (Alfian Nasution), yang merupakan mantan Direktur Utama PT PPN (Pertamina Patra Niaga),” ucap Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (20/3).
Harli menegaskan, tim penyidik Jampidsus akan meminta keterangan Alfian sebagai saksi untuk mengumpulkan barang bukti dan alat bukti.
“Kita sudah melayangkan pemanggilan, dan meminta yang bersangkutan datang jam sembilan (pagi) besok,” ujar Harli.
Kendati demikian, lanjut dia, hingga kini sudah ratusan saksi diperiksa dalam penyidikan korupsi yang merugikan negara Rp 193,7 triliun sepanjang 2018-2023 tersebut.
“Hingga saat ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap setidaknya 147 orang saksi. Kemudian ada dua orang ahli yang dilakukan pemeriksaan terhadap sembilan tersangksa yang sudah ditetapkan,” ujar Harli.
Diketahui, mantan Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebutkan bahwa eks Dirut Pertamina Patra Niaga
seharusnya diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina dan Sub Holding.
Pemeriksaan terhadap Alfian Nasution, kata Ahok, menyangkut tugas dan tanggung jawab sebagai Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga dalam pembelian atau impor minyak mentah dan produk kilang dari periode 2018 hingga 2021.
Apalagi eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
“Saya kira beliau (Alfian Nasution) mungkin bisa. Harusnya (Alfian) dipanggil ya, kan lapisannya masih dirut-dirut yang lama,” kata Ahok usai diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung sebagai saksi selama 8 jam, Kamis (13/3).
Dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang, Jampidsus Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) atau anak pengusaha minyak Riza Chalid selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, serta Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim.
Selanjutnya, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Penyidik Jampidsus Kejagung menaksir dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.