Kerugian Negara di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Capai Rp 285 Triliun

Intime – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina. Kejagung mengungkap total kerugian kasus korupsi itu mencapai Rp 285 triliun.

“Berdasarkan hasil penghitungan, yang sudah pasti tercatat jumlahnya itu totalnya Rp 285.017.731.964.389. Ini terdiri dari dua komponen: yang pertama adalah kerugian keuangan negara, yang kedua adalah kerugian perekonomian negara,” ucap Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers penetapan tersangka baru di Gedung Bundar Kejagung RI, Jakarta, Kamis (10/7).

Qohar mengatakan bahwa besaran kerugian tersebut bertambah dari yang sebelumnya diumumkan. Hal ini karena Kejagung menemukan perkembangan perkara sejak penetapan tersangka pertama kali pada bulan Februari lalu.

“Seiring dengan perjalanan waktu, karena perkara ini terus berkembang, kami mengundang meminta ahli untuk menghitung kerugian perekonomian negara. Jadi, selain kerugian negara, penyidik juga menghitung kerugian perekonomian negara,” tutur Qohar.

Kejagung sebelumnya menyatakan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp 193,7 triliun yang berasal dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor BBM melalui broker, dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Sebagai informasi, Kejagung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

Para tersangka baru itu, antara lain, AN selaku mantan Vice President (VP) Supply dan Distribusi PT Pertamina, HB selaku mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, dan TN selaku mantan VP Integrated Supply Chain.

Kemudian, DS selaku mantan VP Crude and Trading ISC PT Pertamina, AS selaku Direktur Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping, dan HW selaku mantan SVP Integrated Supply Chain.

Berikutnya, MH selaku mantan Business Development Manager PT Trafigura, IP selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi, dan MRC selaku beneficial owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.

Delapan dari sembilan tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan, yakni sejak Kamis ini hingga tanggal 10 Juli 2025. Satu tersangka yang belum ditahan ialah MRC, yang diketahui merupakan pengusaha M. Riza Chalid, karena sedang tidak berada di Indonesia.

Para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini