Ketua Dewas PAM Jaya Pastikan IPO untuk Kebaikan Semua Warga Jakarta

Intime – Ketua Dewan Pengawas PAM Jaya Prasetyo Edi Marsudi menanggapi penolakan dari anggota DPRD DKI Jakarta atas rencana Perusahaan Umum Daerah Perusahaan Air Minum Jaya (Perumda PAM Jaya) untuk melangkah ke bursa atau Initial Public Offering (IPO).

Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta ini menilai penolakan tersebut dikarenakan ketidakpahaman kondisi PAM Jaya saat ini. Apalagi setelah dua operator swasta, yakni Palyja dan Aetra, hengkang dari Jakarta dan menyerahkan pengelolaan air sepenuhnya kepada PAM Jaya.

“Kita mau kerja, bukan mau cari benar atau salah. IPO (Initial Public Offering) PAM Jaya sudah menjadi penugasan khusus Pak Gubernur Pramono Anung, targetnya IPO harus terlaksana tahun 2027,” ujar Prasetyo dalam keterangan resmi, Kamis (21/8).

Prasetyo menegaskan, perubahan status badan hukum PAM Jaya melalui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) merupakan langkah strategis agar layanan air bersih dapat menjangkau lebih banyak warga Jakarta. Ia menilai dukungan semua fraksi di DPRD sangat dibutuhkan.

“Kalau itu disetujui oleh fraksi-fraksi, ya harus dilaksanakan. Kalau ternyata fraksi PSI menolak ya tidak apa-apa. Lagi pula, Ranperda perubahan status badan hukum PAM Jaya ini kan untuk kebaikan semua, niatnya agar air bersih bisa sampai ke tengah masyarakat Jakarta,” kata Prasetyo.

Menurut dia, target IPO justru akan mendorong PAM Jaya bekerja lebih keras meningkatkan pelayanan. Saat ini, cakupan jaringan perpipaan baru mencapai 73,4 persen, sementara syarat menuju IPO adalah minimal 83%.

“Masyarakat bisa menilai kinerja PAM Jaya. Pokoknya, cakupan jaringan pemipaan harus mencapai 83 persen kalau PAM Jaya mau IPO. Kami akan kerja keras mengejar itu,” ujarnya.

Prasetyo menambahkan, status sebagai perusahaan publik akan membuat PAM Jaya lebih profesional dan transparan karena pengawasannya tidak hanya dilakukan Pemprov DKI, melainkan juga masyarakat dan investor.

“Jangan dipikir dengan IPO terus pelayanan PAM Jaya malah enggak oke. Justru sebaliknya, kalau PAM Jaya go public, yang melototin bukan cuma Pemprov, tapi seluruh masyarakat sampai investor,” tegasnya.

Sementara itu, anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Francine Widjojo, tetap menolak rencana tersebut. Menurutnya, perubahan badan hukum PAM Jaya menjadi perseroan daerah (Perseroda) akan menggeser orientasi perusahaan dari pelayanan publik menjadi entitas bisnis yang mencari keuntungan.

“PAM Jaya lebih tepat berstatus Perumda agar tetap berorientasi pada pelayanan publik. Kalau menjadi Perseroda dan IPO, orientasinya pasti berubah ke bisnis kompetitif,” kata Francine.

Ia menilai, dengan layanan air bersih yang belum optimal serta polemik kenaikan tarif pada 2025, penambahan beban orientasi bisnis akan semakin merugikan masyarakat.

PSI juga menyinggung regulasi yang berlaku, yakni Pasal 8 PP Nomor 54 Tahun 2017 dan PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yang menekankan asas kemanfaatan umum dan prioritas bentuk BUMD air minum sebagai Perumda, bukan Perseroda.

“PAM Jaya wajib melaksanakan prinsip kemanfaatan umum tersebut. Jangan sampai ambisi politik justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ucapnya.

PSI pun meminta Gubernur Pramono Anung tidak memaksakan privatisasi PAM Jaya.

“Jangan sampai ambisi politik mengakibatkan benturan hukum yang kemudian dapat diuji masyarakat di Mahkamah Agung,” tegas Francine.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini