Ketua DPRD DKI Tekan Keseriusan Penanganan Stunting di Jakarta

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyoroti gangguan pertumbuhan pada anak alias stunting di Ibu Kota. Berdasarkan data bantuan sosial stunting.jakarta.go.id pada April 2023 ada 39.793 balita tercatat mengalami permasalahan gizi.

Pras sapaan karibnya menyampaikan, angka prevalensi stunting di DKI Jakarta mencapai 14,8% yang konsisten di angka puluhan ribu anak. Situasi tersebut dinilai sangat menghawatirkan dan perlu penanganan serius.

“Pak Presiden minta agar diturunin menjadi dibawah 5 persen, karena ini Jakarta. Artinya perlu keseriusan untuk menekan kasus stunting ini. Ayo kita lihat permasalahannya apa sih. Turun ke lapangan karena masalah itu adanya di lapangan, di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya, Selasa (5/9).

Penekanan Pras kepada Pemprov DKI untuk rajin turun ke lapangan senada dengan kritikan Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD 2023 beberapa waktu lalu. 

Idris meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengalokasikan anggaran khusus dalam Perubahan APBD tahun 2023 untuk penanganan stunting sebagai bentuk keseriusan Pemprov DKI. Pasalnya, penanganan stunting lima kota administrasi dan Kabupaten Kepulauan Seribu sejauh ini hanya dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) standar pelayanan Posyandu di RT dan RW dan Puskesmas.

“Ini tanggung jawab pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah stunting. Karena faktanya di lapangan lurah dan camat yang harus bergerak lewat kader Posyandu dan Puskesmas,” ungkapnya.

Idris menyampaikan, stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai.

Karena itu, anak-anak berkategori stunting perlu asupan nutrisi dan gizi seimbang selama 90 hari dan diawasi secara konsisten. Mengingat para penderita ada dalam status kalangan keluarga tidak mampu, maka perlu penanganan khusus SKPD lintas sektoral.

“Makanya kita bahas dalam rapat Banggar agar ada kerjasama lintas sektoral. Tapi tetap harus jadi tugas utama Dinas Kesehatan, lurah dan camat jika sudah terkena stunting. Ini harus segera dilakukan menggunakan anggaran Perubahan (APBD). Harapannya bisa langsung dieksekusi,” terang Idris.

Menanggapi saran dan masukan DPRD DKI Jakarta, Asisten Kesejahteraan Rakyat (Askesra) Setda Provinsi DKI Jakarta  Widyastuti mengaku siap melakukan sinergi lintas SKPD terutama untuk pemerataan pemberian PMT. 

“Jadi yang akan dikelompokan fokus dalam penanganan stunting di Dinas Sosial ada, di Dinas Pendidikan ada, dan Dinas Kesehatan itu sendiri,” katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati menjelaskan jumlah 39.793 balita dengan permasalahan gizi tersebut terdiri dari 5.753 balita kurang berat badan, 9.191 balita kurang gizi, 2.026 balita gizi buruk, dan 22.823 balita stunting.

“Dalam pencegahannya kami sudah memberikan TTD (Tablet Tambah Darah) pada anak usia sekolah, ANC (Antenatal Care) ibu hamil minimal enam kali per kehamilan, memonitor tumbuh kembang anak, melakukan imunisasi lengkap, dan melakukan PMT penyuluhan di Posyandu (Pos pelayanan terpadu),” tandasnya. ***

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini