Oleh: Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Konflik kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia antara Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie memperlihatkan wajah buram organisasi yang seharusnya menjadi wadah pengusaha nasional.
KADIN, sebagai institusi yang diamanatkan untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun perekonomian, kini justru terperangkap dalam kisruh internal yang memalukan dan menunjukkan mentalitas yang jauh dari profesionalisme.
Alih-alih fokus pada pengembangan dunia usaha dan menciptakan iklim bisnis yang kondusif, KADIN terjebak dalam perebutan kekuasaan yang mencerminkan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Fenomena ini bukanlah hal yang baru di organisasi besar seperti KADIN.
Sejak lama, KADIN telah menjadi arena bagi para penyamun dan pelaku rent-seeking untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan kelompoknya.
KADIN yang idealnya berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan pengusaha kini lebih sering dipenuhi oleh orang-orang yang berusaha mendekati kekuasaan demi mengamankan kepentingan bisnis mereka.
Perebutan kursi Ketua Umum KADIN bukan lagi sekadar soal kontribusi nyata untuk dunia usaha, melainkan tentang bagaimana mengamankan akses dan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah.
Mentalitas rent-seeking ini menjadi salah satu penyebab utama stagnasii ekonomi dan korupsi di negara berkembang.
Alih-alih berinovasi dan bersaing secara sehat di pasar, sebagian pengusaha memilih jalan pintas dengan mendekati kekuasaan dan memanfaatkan koneksi untuk memperoleh fasilitas dan kemudahan tertentu. Konflik kepemimpinan di KADIN saat ini adalah cerminan dari pola pikir dan budaya bisnis yang tidak sehat tersebut.
Ketika organisasi sebesar KADIN tidak mampu menjaga integritas dan profesionalisme, sulit bagi kita untuk berharap bahwa para anggotanya akan menjadi pelaku usaha yang bermoral dan berkomitmen pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu, kisruh KADIN juga memperlihatkan lemahnya sistem tata kelola organisasi.
Pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang didorong oleh segelintir pihak untuk menggantikan Ketua Umum Arsjad Rasjid dengan Anindya Bakrie menjadi bukti bahwa proses demokrasi internal di KADIN masih rentan terhadap manipulasi dan kepentingan kelompok.
Tidak adanya kesepahaman dan penghormatan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KADIN menunjukkan betapa longgarnya prinsip-prinsip organisasi ini.
Kisruh ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat bahwa KADIN perlu reformasi mendalam.
KADIN tidak boleh lagi menjadi sarang penyamun dan rent-seekers yang hanya mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, KADIN harus kembali pada esensinya sebagai organisasi pengusaha yang berintegritas, independen, dan berkomitmen pada pembangunan ekonomi nasional.
Untuk itu, perlu ada upaya serius dari para pemimpin KADIN dan anggotanya untuk memperbaiki tata kelola dan mengembalikan KADIN pada fungsi utamanya. Selain itu, pemerintah sebagai mitra strategis KADIN juga perlu mendorong terciptanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap kinerja organisasi ini.
Jika KADIN terus terperangkap dalam konflik dan mentalitas memalukan seperti ini, kita hanya akan melihat organisasi ini menjadi alat bagi para penyamun dan rent-seekers untuk mengakumulasi keuntungan.
Hal ini tidak hanya merugikan dunia usaha, tetapi juga mencederai semangat ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Sudah saatnya KADIN berbenah dan menjadi organisasi yang benar-benar merepresentasikan kepentingan pengusaha nasional serta berkontribusi pada kemajuan perekonomian Indonesia.
[…] Sumber: intime.id […]