Intime – Komisi III DPR menyepakati RUU Penyesuaian Pidana dibawa ke tingkat II atau Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).
Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Pemerintah terkait Pembicaraan Tingkat I RUU Penyesuaian Pidana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12).
Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Dede Indra Permana Soediro, serta dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy.
“Apakah RUU tentang Penyesuaian Pidana dapat kita setujui dan selanjutnya dibawa ke tingkat II pada Rapat Paripurna DPR RI, untuk disetujui menjadi undang-undang?” tanya Indra.
“Setuju,” ucap anggota Komisi III.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej sudah menyatakan setuju atas RUU Penyesuaian Pidana itu untuk diproses lebih lanjut di rapat paripurna.
Sementara itu, Eddy Hiariej menjelaskan bahwa RUU tersebut disusun dalam rangka penyesuaian ketentuan pidana dalam undang-undang di luar KUHP, peraturan daerah, dan ketentuan pidana dalam KUHP agar selaras dengan sistem pemidanaan baru.
Penyesuaian itu, kata dia, penting untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan pidana berjalan dalam sistem hukum yang terpadu, konsisten, dan modern, serta untuk mencegah ketidakpastian dan tumpang tindih pengaturan.
Menurutnya dia, pembentukan RUU itu didasarkan pada empat pertimbangan utama, yakni perkembangan masyarakat menuntut harmonisasi pemidanaan dalam undang-undang sektoral dan peraturan daerah agar sesuai dengan asas dan filosofi pemidanaan KUHP.
Yang kedua, dia mengatakan bahwa KUHP baru menghapus pidana kurungan sebagai pidana pokok, sehingga seluruh ketentuan pidana kurungan dalam undang-undang maupun peraturan daerah harus dikonversi dan disesuaikan.
Selanjutnya, menurut dia, masih terdapat ketentuan dalam KUHP yang memerlukan penyempurnaan redaksional dan norma, terutama yang masih menggunakan pola minimum khusus dan pidana kumulatif.
Dan penyesuaian itu, kata dia, bersifat mendesak agar tidak terjadi kekosongan aturan maupun disparitas pemidanaan di berbagai sektor.
Dia pun menjelaskan bahwa RUU itu memuat tiga pokok pengaturan. Poin yang pertama, yaitu penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, termasuk penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda, dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.
Poin yang kedua, yaitu penyesuaian pidana dalam peraturan daerah yang membatasi kewenangan pemidanaan hanya pada pidana denda paling tinggi kategori III, serta menghapus pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah.
Dan poin yang ketiga, adalah penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam KUHP untuk memastikan pelaksanaannya efektif, jelas, dan tidak menimbulkan multi tafsir.
“Pemerintah mengharapkan agar seluruh ketentuan pidana dapat beroperasi dalam suatu sistem hukum yang terintegrasi dan modern, sehingga mampu mencegah terjadinya tumpang tindih pengaturan,” kata Eddy.

