Intime – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta akhirnya angkat bicara terkait konflik berkepanjangan yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
PWNU DKI Jakarta menilai pertikaian dua kubu elite PBNU telah menjadikan Jakarta sebagai arena konflik dan memicu kegaduhan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta sekaligus tokoh Betawi, KH Lutfi Hakim, menyampaikan bahwa warga NU dan masyarakat Jakarta merasa terusik dengan konflik yang tak kunjung usai dan selalu berpusat di Ibu Kota.
Menurutnya, perseteruan elite tersebut bukan hanya mencoreng marwah organisasi, tetapi juga mengabaikan mekanisme struktural dan kearifan kultural NU.
“Jakarta seolah hanya dijadikan panggung konflik. Dari mulai pemecatan Ketua Umum sampai penunjukan Penjabat Ketua Umum, semuanya berlangsung di Jakarta,” kata Lutfi dalam keterangan resminya, Rabu (17/12).
PWNU DKI Jakarta memetakan konflik internal PBNU ke dalam dua kelompok besar. Pertama adalah Kelompok Sultan, yakni barisan pengurus yang berada di belakang KH Miftachul Akhyar. Sebutan tersebut merujuk pada pelaksanaan rapat pleno di Hotel Sultan, Jakarta, yang menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU.
Kelompok kedua adalah Kelompok Kramat, yang berada di belakang Ketua Umum PBNU sekaligus Mandataris Muktamar ke-34 NU, KH Yahya Cholil Staquf. Penamaan Kramat muncul karena rapat yang digelar kelompok ini berlangsung di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Rapat tersebut awalnya disebut sebagai rapat pleno, namun kemudian diklaim sebagai rapat koordinasi penanganan bencana NU.
PWNU DKI Jakarta menilai konflik ini berlarut-larut karena mengabaikan peran Musytasyar dan Masyaikh yang semestinya menjadi rujukan utama dalam menyelesaikan persoalan jamaah dan jam’iyyah NU.
Atas dasar itu, PWNU DKI Jakarta mendesak Tim Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) Muktamar ke-34 NU di Lampung untuk mencabut mandat Rais Aam atas diri KH Miftachul Akhyar serta mendorong segera digelarnya Muktamar Luar Biasa (MLB) sebagai solusi konstitusional.
PWNU DKI Jakarta bahkan menyatakan kesiapan Jakarta menjadi tuan rumah MLB apabila disepakati secara nasional.
“MLB adalah jalan keluar paling bermartabat agar NU kembali pada khittah, musyawarah, dan penghormatan terhadap ulama. Jakarta siap menjadi tuan rumah,” tegas Lutfi.

