Konflik Terbuka PBNU Dinilai Akibat Rapuhnya Kepemimpinan dan Soliditas Internal

Intime – Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Pamulang, Cusdiawan, menilai konflik terbuka yang terjadi di lingkaran elite Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencerminkan kegagalan kepemimpinan struktural dalam menjaga soliditas internal organisasi.

Menurutnya, dinamika yang berujung pada terbitnya surat pemecatan terhadap Yahya Cholil Staquf mencerminkan ketidakmampuan mengelola perbedaan di antara faksi-faksi yang ada.

“Konflik terbuka yang berujung pada surat pemecatan terhadap Pak Yahya, terlepas dari perdebatan mengenai keabsahan proseduralnya, bisa kita tafsirkan sebagai kegagalan kepemimpinan PBNU dalam mengonsolidasikan internalnya,” ujar Cus, Minggu (30/11).

Pengamat yang terafiliasi dengan International Political Science Association (IPSA) itu menjelaskan, jika sebelumnya PBNU solid, maka isu-isu parsial tidak akan membesar menjadi polemik nasional.

Dia menyebut, perbedaan pandangan soal isu zionisme maupun sikap terhadap upaya perdamaian Israel–Palestina sejatinya bukan hal baru di kalangan cendekiawan NU dan semestinya dapat diselesaikan secara internal.

Ia menilai, polemik terkait undangan kepada tokoh yang dianggap pendukung zionisme tidak lebih dari isu parsial di tengah rapuhnya konsolidasi. “Akar masalahnya adalah kegagalan kepemimpinan Pak Yahya dalam mengonsolidasikan internal,” tegasnya.

Terkait isu tata kelola tambang yang disebut menjadi pemicu pemecatan, Cus menyebut hal itu mungkin menjadi faktor lain, tetapi tetap merupakan turunan dari lemahnya soliditas PBNU.

Ia menyayangkan kondisi ini, terutama karena masyarakat NU menjadi saksi kegaduhan elit yang dianggap tidak mencerminkan pendidikan kultural yang seharusnya dijunjung tinggi.

Cus menilai polemik yang berkembang harus menjadi momentum bagi PBNU untuk melakukan pembenahan kelembagaan dan kembali fokus pada khittah organisasi. Ia juga mengkritik penerimaan konsesi tambang yang dinilai berpotensi mengganggu independensi PBNU dan menyeret organisasi ke dalam dinamika politik oligarki.

“Kisruh yang semakin bergejolak ini turut menjadi konsekuensi dari pertarungan ekonomi politik yang menyeret elite PBNU. Belum lagi dampak negatif kegiatan ekstraktif terhadap lingkungan dan masyarakat,” ujarnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini