Jaksa penuntut umum (JPU) didorong menuntut para terdakwa kasus dugaan korupsi Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (BMZ) dengan hukuman maksimal. Pangkalnya, praktik lancung tersebut mengakibatkan pembangunan tidak memenuhi standar dan mengancam keselamatan publik, terutama para penggunanya.
“Tentu saja karena fasilitas publik yang digunakan banyak orang berpotensi membahayakan keselamatan banyak orang,” ucap pakar hukum pidana Hery Firmansyah saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/5).
Menurutnya, tingginya risiko keselamatan publik tersebut dijadikan dalil oleh JPU dalam mengajukan tuntutan maksimal terhadap para terdakwa. Artinya, tidak hanya fokus pada besar kecilnya kerugian negara yang timbul.
“Seharusnya tidak hanya diukur persoalan kerugian negara saja atas praktik dugaan korupsi tersebut agar bisa jadi penanda bagi pihak penyedia atau pelaksana proyek serupa ke depan atau yang sedang berjalan untuk tidak main-main dengan persoalan hajat hidup orang banyak,” tuturnya.
Lebih jauh, Hery menyarankan JPU juga menghadirkan saksi ahli yang dapat memperkuat keterangan saksi tentang buruknya mutu Tol BMZ. Ini penting dilakukan guna meyakinkan hakim dalam menjatuhkan vonis nantinya.
“Kombinasi dari keterangan saksi dan ahli bisa diuji untuk apakah dapat menilai atau melihat dampak tersebut muncul atau tidak,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur PT Tridi Membran Utama, Andi, bersaksi dalam kasus dugaan korupsi Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta. PT Membran Utama sempat melakukan audit kualitas Tol MBZ selama 6 bulan pada 2020, khususnya struktur bagian atas jalan tol.
Dalam keterangannya, ia menyampaikan, mutu Tol MBZ ruas Cikunir-Karawang Barat di bawah atau tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI), khususnya syarat tegangan dan syarat lendutan. Ini diketahui setelah PT Membran mengambil 75 sampel beton untuk diaudit.
Di sisi lain, kejaksaan telah menetapkan keempat tersangka dan kini berstatus terdakwa karena kasus sudah bergulir di pengadilan. Mereka adalah Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) 2016-2020, Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang JJC, Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS, Sofiah Balfas; dan Ketua Tim Konsultan Perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur, Tony Budianto Sihite.
Atas perbuatan para terdakwa, negara merugi sekitar Rp510 miliar. Adapun Djoko cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.