KPA Desak Reforma Agraria, Sebut Negara Gagal Lindungi Petani dan Rakyat Kecil

Intime – Pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) tahun ini, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai penyelenggara Negara telah gagal memenuhi kewajiban kepada Petani, Nelayan, Masyarakat Adat dan Rakyat kecil lainnya.

Akibatnya, Indonesia terus “memanen” berbagai konflik agraria di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusra, Maluku dan Papua yang meneteskan darah dan air mata rakyat.

Konflik agraria berupa perampasan tanah dan pengusiran rakyat dari tanah-airnya yang berlangsung di berbagai tempat menandakan adanya kejahatan agraria, mulai dari korupsi agraria dan sumberdaya alam, monopoli penguasaan tanah, kebun, hutan dan tambang, pengkaplingan laut-pulau-pulau kecil, eksploitasi kekayaan alam secara membabi-buta, perusakan alam dan lingkungan oleh segelintir konglomerat.

Ironisnya, ketika berbagai kejahatan agraria tersebut tengah berlangsung rakyat masih harus menerima ancaman kebebasan berserikat, kriminalisasi, kekerasan TNI-Polri dan keamanan perusahaan, hingga kehilangan nyawa.

“Kita semua telah menyaksikan gelombang perlawanan rakyat yang terjadi secara beruntun di berbagai wilayah Indonesia. Aksi demonstrasi yang terjadi adalah akumulasi kemarahan rakyat terhadap kebijakan dan kinerja penyelenggara negara yang tidak pernah memihak kepada rakyat yang memberi mandat. Sampai dengan hari ini Presiden dan DPR RI gagal menjawab akar masalah yang menyebabkan Rakyat putus asa dan marah,” kata Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/9).

KPA menyampaikan 24 masalah struktural agraria yang terjadi di pedesaan dan perkotaan, mulai dari ketimpangan penguasaan tanah semakin parah, pengusiran warga desa dari tanah garapan, pemukiman dan kampungnya hingga penyelewengan Hak Menguasai Negara dan hak pengelolaan.

Terkait hal itu, KPA mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh di bidang Agraria-SDA melalui sembilan tuntutan perbaikan, yakni:

1. Presiden dan DPR segera menjalankan Reforma Agraria dengan pekerjaan utama: Redistribusi tanah kepada rakyat, penyelesaian konflik agraria dan pengembangan ekonomi-sosial rakyat di kawasan produksi mereka sesuai dengan UUPA 1960, mengevaluasi kementerian dan lembaga yang tidak menjalankan, menyesatkan dan menghambat Reforma Agraria dan DPR segera membentuk Pansus untuk memonitor progress pelaksanaan Reforma Agraria.

2. Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Anggota KPA, menertibkan dan mendistribusikan 7,35 juta hektar tanah terlantar serta 26,8 juta hektar tanah yang dimonopoli konglomerat, termasuk tanah masyarakat yang diklaim PTPN, Perhutani/Inhutani, klaim hutan negara pada 25 ribu desa kepada Petani, Buruh Tani, Nelayan, Perempuan, serta pemulihan hak Masyarakat Adat. Selanjutnya Pemerintah harus menetapkan batas maksimum penguasaan tanah oleh badan usaha swasta.

3. Presiden segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria yang bertanggung-jawab langsung kepada Presiden demi mewujudkan mandat Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX/2001 tentang PA-PSDA dan UUPA 1960.

4. DPR dan Presiden bersama-sama gerakan masyarakat sipil segera menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria sebagai panduan nasional pelaksanaan Reforma Agraria, mencabut UU Cipta Kerja yang melegalkan perampasan tanah dan liberalisasi pangan dan mengembalikan arah ekonomi-politik-hukum agraria nasional kepada mandat Pasal 33 UUD 1945.

5. Presiden segera memenuhi hak atas perumahan yang layak bagi Petani, Nelayan, Buruh dan Masyarakat Miskin Kota sekaligus menjamin pemenuhan hak atas tanah bagi Perempuan.

6. Presiden segera memerintahkan POLRI-TNI untuk menghentikan represifitas di wilayah konflik agraria, membebaskan Petani, Masyarakat Adat, Perempuan, Aktivis dan Mahasiswa yang dikriminalisasi, sekaligus menarik TNI-POLRI dalam program pangan nasional, dan mengembalikan pembangunan pertanian-pangan-peternakan-pertambakan kepada Petani, Nelayan dan Masyarakat Adat

7. Presiden segera membekukan Bank Tanah, menghentikan penerbitan izin dan hak konsesi (moratorium) perkebunan, kehutanan, tambang (HGU, HPL, HGB, HTI, ijin lokasi, IUP), proses pengadaan tanah bagi PSN, KEK, Bank Tanah, Food Estate, KSPN dan IKN yang menyebabkan ribuan konflik agraria, penggusuran dan kerusakan alam. Selanjutnya, konsesi dan proyek pengadaan tanah yang tumpang tindih dengan tanah rakyat segera dikembalikan dalam kerangka Reforma Agraria.

8.Presiden dan DPR RI memprioritaskan APBN/APBD untuk redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pembangunan infrastruktur, teknologi, permodalan pertanian, subsidi pupuk, subsidi solar, benih dan Badan Usaha Milik Petani-Nelayan-Masyarakat Adat dalam rangka Reforma Agraria dan pembangunan pedesaan.

9. Presiden harus mendukung dan membangun industrialisasi pertanian-perkebunan-perikanan-peternakan-pertambakan yang dimiliki secara gotong-royong oleh Petani dan Nelayan dalam Model Ekonomi Kerakyatan Berbasis Reform Agraria demi mempercepat pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan dan terjadinya transformasi sosial di pedesaan.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini