Intime – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan aliran dana sebesar Rp 5,75 miliar yang diterima Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah.
“Total aliran uang yang diterima AW (Ardito Wijaya) mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar,” kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/12).
Menurut Mungki, praktik korupsi ini mulai berjalan sejak Juni 2025. Ardito diduga mematok fee 15-20 persen dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Tahun 2025, APBD Kabupaten Lampung Tengah tercatat mencapai Rp 3,19 triliun, dengan sebagian besar belanja dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program prioritas daerah.
Pada Februari-Maret 2025, tak lama setelah dilantik sebagai bupati, Ardito memerintahkan Riki Hendra Saputra, Anggota DPRD Lampung Tengah, untuk mengatur pemenang lelang di sejumlah SKPD melalui mekanisme penunjukan langsung pada e-katalog.
“Rekanan atau penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga atau milik tim pemenangan AW saat mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025–2030,” ujar Mungki.
Untuk menjalankan arahan tersebut, Ardito menugaskan Riki berkoordinasi dengan Anton Wibowo, Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), serta Sekretaris Bapenda Iswantoro. Keduanya kemudian menghubungi berbagai SKPD untuk memastikan pengaturan pemenang proyek berjalan sesuai instruksi.
Selama periode Februari–November 2025, Ardito diduga menerima fee sebesar Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan melalui Riki dan Ranu Hari Prasetyo, adik kandung Ardito.
Tidak hanya itu, pada proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Lampung Tengah, Ardito kembali mengarahkan Anton Wibowo—yang juga kerabat dekatnya—untuk mengondisikan pemenang proyek. Anton kemudian berkoordinasi dengan pihak Dinkes untuk memenangkan PT Elkaka Mandiri (EM).
Perusahaan tersebut akhirnya memperoleh tiga paket pengadaan alat kesehatan dengan total nilai Rp 3,15 miliar. Dari pengondisian ini, Ardito menerima tambahan fee sebesar Rp 500 juta dari Direktur PT EM, Mohamad Lukman Sjamsuri.
Mungki menjelaskan bahwa dana tersebut selanjutnya digunakan Ardito untuk dua keperluan: dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta, serta pelunasan pinjaman bank senilai Rp5,25 miliar yang dipakai untuk kebutuhan kampanye 2024.
KPK menegaskan penyidikan masih berlanjut untuk menelusuri dugaan aliran dana lainnya serta mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

