Intime – Direktur Politic and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menyoroti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh telah “busuk sejak awal.”
Jerry menilai pernyataan tersebut perlu disertai dengan tanggung jawab moral, mengingat Luhut dan Presiden Joko Widodo disebut sebagai pihak yang mendorong proyek itu berjalan sejak awal.
“Sebetulnya bukan kereta yang busuk tapi otaknya yang busuk, padahal dia yang ngotot kerera cepat ini terlaksana. Biasa dia ngotot lantaran ada keuntungan besar dan ada dugaan mark up anggaran,” kata Jerry di Jakarta, Senin (20/10).
Menurut Jerry, proyek KCJB sejak awal mengundang banyak kritik karena dianggap tidak efisien dan berpotensi membebani keuangan negara. Ia mengklaim, terdapat dugaan pembengkakan biaya atau mark up dalam proyek tersebut.
“Awalnya disebut sekitar 17 juta dolar AS per kilometer, tapi akhirnya membengkak menjadi sekitar 52 juta dolar AS per kilometer,” katanya.
Jerry menyatakan mendukung langkah pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, yang tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek kereta cepat. Menurutnya, transparansi dan audit terhadap proyek tersebut perlu dilakukan.
“Saya mendukung langkah Menteri Keuangan Purbaya tak menggunakan APBN untuk mengembalikan utang kereta cepat ini yang membengkak dan total nilainya, mencapai 7,2 miliar Dollar Amerika atau setara Rp 116,5 triliun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jerry meminta lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk memeriksa potensi penyimpangan dalam proyek KCJB.
“Lantaran proyek ini adalah otak mereka berdua. KPK ataupun Kejagung harus memeriksa dugaan mark-up kereta cepat kalau ada unsur pidana maka jangan segan-segan menetapkan tersangka,” ujarnya lagi.
Jerry juga menyinggung sejumlah kasus dugaan korupsi di kementerian lain yang sempat menyeret nama beberapa pejabat tinggi negara, dan meminta agar seluruh kasus tersebut ditangani secara transparan tanpa pandang bulu.
“Dalam persidangan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong juga disebut. Dalam kasus Nadiem Makarim, nama Jokowi disebut terkait dugaan korupsi chrome book dengan proyek berbandrol Rp 9,9 triliun. Dan kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 1,8 triliun,” pungkasnya.

