Intime – Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini belum memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot kembali mendapat sorotan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai lambannya langkah KPK berpotensi menjadi sinyal bahwa lembaga antirasuah tersebut telah “masuk angin”.
Pemanggilan Bobby dianggap krusial karena kasus ini diduga melibatkan orang dekatnya, yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting.
Sejumlah laporan media menyebut Bobby disebut telah empat kali mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut demi pembiayaan proyek tersebut, tanpa persetujuan Badan Anggaran DPRD Sumut.
Padahal, mekanisme perubahan APBD secara tegas diatur dalam Pasal 177, 178, dan 179 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, yang mensyaratkan persetujuan DPRD dalam setiap revisi anggaran. Karena itu, tindakan mengganti APBD tanpa mekanisme resmi dinilai sebagai dugaan pelanggaran hukum.
ICW menyebut keengganan KPK memanggil Bobby menguatkan dugaan adanya intervensi politik.
Upaya penyidik untuk memeriksa Bobby sebelumnya dikabarkan sempat ditolak oleh Kepala Satgas dari unsur kepolisian. Hal ini, menurut ICW, menunjukkan bahwa proses penanganan perkara masih berada di bawah bayang-bayang kepentingan tertentu.
Situasi kian meresahkan setelah rumah Hakim Khamozaro Waruwu—yang memerintahkan KPK memeriksa Bobby mengalami kebakaran. Meski pelaku telah ditangkap, ICW menilai kepolisian perlu mengungkap dalang di balik insiden tersebut.
Keterkaitan antara perintah hakim dan kejadian kebakaran disebut tidak bisa diabaikan, bahkan berpotensi menjadi bentuk obstruction of justice.
Atas perkembangan tersebut, ICW mendesak KPK segera memanggil dan menghadirkan Bobby Nasution dalam persidangan.
Selain itu, ICW meminta lembaga tersebut membuka penyelidikan baru guna menelusuri dugaan keterlibatan Bobby dalam proyek jalan di Sumatera Utara.
