Intime – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 5 orang tersangka kasus korupsi pengadaan electronic data capture (EDC) atau perangkat untuk menerima pembayaran pelanggan di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun anggaran 2020 sampai 2024.
Kelima tersangka itu adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, Indra Utoyo yang menjabat sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI, Dedi Sunardi selaku SEVP Manajemen Aset dan Pengadaan BRI, Elvizar, Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja, Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi.
“Secara garis besar pengadaan ini nilainya adalah Rp 2,1 triliun,” kata Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (9/7).
Menurut KPK, kelima tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi, sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan metode real cost mencapai sekurang-kurangnya Rp744.540.374.314,” kata Asep.
Kelima tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, KPK telah menggeledah dua lokasi terkait perkara ini, yakni Kantor Pusat BRI di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada 26 Juni 2025.
Pengadaan mesin EDC tersebut diketahui memiliki nilai proyek hingga Rp 2,1 triliun. Dalam proses penyidikan, KPK juga telah mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri.
Mereka yang dicegah termasuk CBH, IU, DS, serta beberapa pihak dari swasta dan internal BRI lainnya.
KPK menyebut pengadaan mesin EDC ini sarat rekayasa dan mark-up, hingga akhirnya menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.