Intime – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan pengusaha sekaligus pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, mengembalikan uang terkait kasus dugaan korupsi kuota haji dengan skema cicilan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pengembalian uang dilakukan dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat (USD) dan tidak sekaligus karena tersimpan di rekening perbankan.
“Pengembalian dalam bentuk pecahan uang asing, USD atau dolar Amerika Serikat kalau tidak salah. USD kalau tidak salah ada limitasi untuk pengambilan karena tidak disimpan di rumah, ini disimpan perbankan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Asep menegaskan, pengembalian uang tersebut dilakukan secara bertahap karena alasan teknis penyimpanan dan penarikan. “Jumlahnya nanti saya konfirmasi kembali, yakni berapa sih jumlah finalnya. Akan tetapi, itu memang dikembalikan kepada kami secara bertahap,” katanya.
Sebelumnya, Khalid Basalamah yang juga menjabat Ketua Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji), dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Kasisolusi pada 13 September 2025, mengaku telah mengembalikan uang terkait kasus kuota haji ke KPK.
Uang tersebut berasal dari biaya perjalanan haji 122 jamaah Uhud Tour yang dibayarkan kepada Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud. Setiap jamaah diwajibkan membayar sebesar 4.500 dolar AS, ditambah 37 orang di antaranya dipungut biaya tambahan 1.000 dolar AS dengan ancaman visa tidak akan diproses jika tidak dibayar.
Khalid menyebut, dana yang sempat disetorkan ke Ibnu Mas’ud itu kemudian dikembalikan setelah masa ibadah haji berakhir.
KPK sendiri telah resmi memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 sejak 9 Agustus 2025.
Sebelumnya, lembaga antirasuah itu telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025, sebelum mengumumkan status penyidikan. KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga ini juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

