Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 sudah dilaksanakan pada 14 Februari lalu. Namun, penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan itu menyisakan duka.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, ada 71 petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia.
Angka tersebut akumulasi dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Perlindungan Masyarakat (Linmas).
“Berdasarkan monitoring mengenai status beban saudara kami, yang meninggal ada 71 orang,” ujar Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari di Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (19/2).
Dari total 71 petugas adhoc yang wafat, paling banyak berasal dari KPPS dan Linmas. Rinciannya, PPK 1 orang, PPS 4 orang, KPPS 42 orang, kemudian Linmas ada 24 orang.
KPU juga mencatat petugas adhoc sakit akibat beban kerja yang cukup berat dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
“Ada sebanyak 4.567 orang (sakit), dengan perincian di PPK 136 orang, PPS 696 orang, anggota KPPS 3.371 orang, dan Linmas yang sakit 364 orang,” urainya.
Petugas yang meninggal akan menerima santunan dari pemerintah. Besarannya mencapai Rp36 juta.
“Per 17 Februari yang sudah dapat santunan empat orang,” kata Hasyim.
Dia mengatakan, santunan tak hanya diberikan untuk petugas KPPS yang meninggal, namun petugas yang sakit termasuk cacat permanen atau luka.
“Santunan juga akan diberikan ke petugas yang sakit,” kata Hasyim.
Berikut rincian santunan yang akan diberikan:
1. Santunan bagi petugas yang meninggal dunia Rp 36 juta.
2. Bantuan biaya pemakaman Rp 10 juta.
3. Santunan bagi petugas yang cacat permanen Rp 30,8 juta.
4. Santunan bagi yang luka berat Rp 16,5 juta.
5. Santunan bagi yang luka sedang Rp 8,25 juta.
Hasyim memastikan seleksi petugas adhoc telah dilakukan sesuai persyaratan yang sudah diperbaiki, agar tidak terjadi kejadian pada Pemilu Serentak 2019.
Di mana pada Pemilu Serentak 2019, terdapat 798 orang sakit dan 722 orang meninggal dunia akibat kelelahan.
Mayoritas memiliki penyakit penyerta atau komorbid berupa jantung, hipertensi, dan diabetes.
“KPU mengambil kebijakan usai maksimal 50 tahun (dari sebelumnya 55 tahun), dan kondisi sehat,” tutup Hasyim. []