Intime – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengaturan vonis perkara ekspor CPO di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik telah menetapkan 1 orang tersangka berinisial MSY selaku Legal PT Wilmar Grup,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam keterangannya di Jakarta, yang dikutip Rabu (16/4).
Pasal yang disangkakan terhadap tersangka MSY melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 Ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka MSY dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung).
Abdul Qohar menjelaskan kronologi penyuapan yang dilakukan tersangka MSY berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi, berawal dari pertemuan antara tersangka AR (Ary Bakri) dengan tersangka WG (Wahyu yang saat itu menjabat Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada saat itu tersangka WG menyampaikan agar perkara minyak goreng (CPO) harus diurus, jika tidak, maka putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang mewajibkan tiga terdakwa korporasi Wilmar Grup, Musim Mas dan Permata Hijau Group membayar uang pengganti sebesar Rp 12 triliun.
Dalam pertemuan tersebut, kata Qohar, tersangka WG (Wahyu Gunawan) juga menanyakan terkait biaya yang harus disediakan oleh tiga terdakwa korporasi. Namun tersangka AR belum bisa menjawab soal dana puluhan miliar yang harus disiapkan, karena hal tersebut harus ditanyakan terlebih dahulu kepada kliennya.
Selanjutnya tersangka AR menyampaikan kepada tersangka MS (Marcella Santoso) untuk menyediakan uang puluhan miliar sesuai permintaan WG terkait penanganan perkara CPO yang saat itu tengah disidangkan.
“Kemudian tersangka MS bertemu dengan tersangka MSY di rumah makan Daun Muda di daerah Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, tersangka MS menyampaikan bahwa tersangka WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” papar Qohar.
Menjawab penyampaian MS tersebut, tersangka MSY mengatakan bahwa sudah ada tim yang mengurus perkara korupsi ekspor CPO tersebut.
Setelah 2 minggu kemudian, tersangka AR dihubungi kembali oleh WG. Pada saat itu, tersangka WG menyampaikan agar perkara korupsi ekspor CPO untuk segera diurus terkait vonis atau putusan bebas.
Kemudian tersangka AR menyampaikan kembali kepada Tersangka MS setelah dihubungi oleh WG terkait pengurusan perkara ekspor CPO. Lalu tersangka MS bertemu kembali dengan MSY di rumah makan Daun Muda, Jakarta Selatan.
“Dan saat itu tersangka MSY memberitahukan bahwa biaya yang disediakan pihak korporasi sebesar Rp 20 miliar untuk mendapatkan putusan bebas,” ucap Qohar.
Hasil pertemuan tesebut, kemudian Ary Bakri, Tersangka WG, dan Tersangka MAN yang saat itu Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melakukan pertemuan di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu, tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas namun perkara tersebut diputus Ontslag. Dan hakim MAN meminta agar uang Rp 20 miliar tersebut dikali 3, sehingga total menjadi Rp 60 miliar.
Kemudian Panitera WG menyampaikan kepada pengacara AR agar menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar. Setelah adanya permintaan dari Tersangka WG tersebut, kemudian Ariyanto menyampaikan kepada MS.
“Lalu tersangka MS menghubungi tersangka MSY. Dan saudara MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing (SGD atau USD),” tuturnya.
Selanjutnya sekitar 3 hari kemudian, tersangka MSY menghubungi pengacara MS yang menangani perkara ekspor CPO, dan Legal Wilmar Grup menyampaikan bahwa uang Rp 60 miliar yang diminta WG sudah siap dan menanyakan lokasi uang tersebut akan diantarkan.
“Selanjutnya tersangka MS memberikan nomor handphone (HP) tersangka AR kepada MSY,” sambungnya.
Setelah ada komunikasi antara AR dan tersangka MSY, kemudian keduanya bertemu di parkiran SCBD. Selanjutnya MSY menyerahkan uang Rp 60 miliar kepada tersangka AR.
“Kemudian uang tersebut oleh Tersangka AR diantar ke rumah Tersangka WG di Klaster Ebony, JI. Ebony 6, Blok AE No. 28, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara,” ujar Qohar.
Selanjutnya uang Rp 60 miliar itu diserahkan oleh WG kepada tersangka MAN. Dan tersangka WG diberikan uang sebesar USD 50.000 oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan MAN.
Diketahui, dalam kasus suap pengaturan vonis, penyidik Jampidsus sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka ialah Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, yang saat itu menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kemudian 3 majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi ekspor CPO, yakni hakim Agam Syarif Baharudin (ABS), hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto (DJU).
Ketiga hakim ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap dari tiga terdakwa korporasi melalui perantara pengacara dan panitera pengganti serta Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat MAN, yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan atau gratifikasi.
Tiga terdakwa korporasi, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group, yang telah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.