Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sayangkan KPK Tidak Hadir di Sidang Praperadilan

Tim Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto menyayangkan ketidakhadiran pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tergugat atau termohon pada sidang perdana gugatan praperadilan Selasa (21/1). Hal itu, terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap.

Padahal, dikatakan anggota Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, sudah 11 hari sejak permohonan praperadilan diajukan oleh tim kuasa hukum Sekjen PDIP ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan, berulang kali pimpinan atau Jubir KPK mengatakan akan menghadapi atau bahkan memenangkan praperadilan.

“Sikap yang bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan kepada publik. Mengingat konsep praperadilan adalah fast trial untuk melindungi hak pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan penegak hukum, seharusnya proses praperadilan ini tidak berlarut-larut dan KPK tidak mengulur-ulur waktu,” kata Ronny dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (22/1). 

Tim kuasa hukum Hasto berharap pada sidang berikutnya, pihak KPK dapat menghadiri sidang praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus korupsi berupa suap.

“Namun demikian, kami tetap menghormati kelembagaan KPK. Semoga di sidang berikutnya tidak mangkir lagi agar sejumlah pelanggaran dan bahkan kesewenang-wenangan penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto sebagai tersangka bisa diuji secara hukum,” ucap Ronny.

Selain itu, bagi tim kuas hukum, praperadilan Hasto Kristiyanto ini juga diharapkan menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan mempertahankan demokrasi di jalur hukum.

Lebih lanjut dikatakan Ronny, tim hukum Hasto Kristiyanto akan mengungkap sejumlah dugaan cacat prosedural yang dilakukan penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen PDIP Hasto sebagai tersangka. 

“Begitu banyak kejanggalan yang kami temukan, baik dari aspek waktu, prosedur maupun substansi. Namun sebagian yang menjadi lingkup kewenangan praperadilan akan kami uji di forum tersebut, di antaranya perbuatan sewenang-wenang KPK dalam menerbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan (SPDP) terhadap Mas Hasto dan sejumlah persoalan lainnya,” tuturnya.

Menurut Ronny, KPK telah menerbitkan Sprindik dan SPDP tertanggal 23 Desember 2024. Kedua surat yang kemudian menjadi dasar dilakukannya penyidikan dan sejumlah upaya paksa, seperti penggeledahan dan penyitaan yang dinilai cacat hukum dan diterbitkan secara sewenang-wenang.

“Kami kaget juga, Mas Hasto menyampaikan, bahwa saat pemeriksaan dilakukan minggu lalu beliau diperlihatkan dokumen Sprindik yang ditandatangani pimpinan KPK,” tegasnya. 

Padahal, lanjut Ketua DPP PDIP bidang hukum ini, menurut Pasal 21 UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, kedudukan hukum pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut Umum sudah dihapus. Dengan demikian, seharusnya pimpinan KPK hanya menjalankan fungsi manajerial sebagai pejabat negara. 

“Bagaimana mungkin pihak yang tidak memiliki kewenangan penyidikan kemudian memerintahkan dilakukan penyidikan?,” ujarnya. 

Bahkan penandatanganan SPDP oleh Direktur Penyidikan atas nama pimpinan KPK yang tertulis selaku penyidik juga semakin memperkuat ada masalah prosedural dan cacat hukum dalam penetapan Hasto sebagai tersangka. 

“Seharusnya tidak boleh dilakukan pelimpahan wewenang (penyidikan) dari pihak yang tidak memiliki wewenang penyidikan,” tuturnya. 

Hal tersebut, lanjut Ronny, adalah perbuatan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan di dalam undang-undang atau dengan kata lain merupakan penyalahgunaan wewenang.

“Penyalahgunaan wewenang inilah yang menjadi salah satu poin yang akan kami uji di praperadilan ini,” tandasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini