Ketua Umum Lembaga Kebudayan Betawi (LKB), Beky Mardani, menyambut, gembira penetapan delapan budaya Betawi menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia 2024.
“Penetapan ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya budaya Betawi. Sekaligus pengakuan atas eksistensi budaya asli yang berkembang di Jakarta, yang telah menjadi ibu kota negara selama berpuluh tahun,” tegas Beky.
Dia menambahkan, sejauh ini sudah puluhan budaya Betawi yang tercatat dan diakui sebagai WBTb Indonesia asal Jakarta.
“Setiap tahun itemnya selalu betambah,” tambah Beky sumringah.
Secara khusus, dia mengucapkan, terima kasih kepada Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, yang telah membantu LKB mengawal penetapan WBTb tahun ini. Dia juga mengapresiasi kerja tim di LKB yang mempersiapkan kajian dan berbagai kelengkapan penunjang.
Diketahui, baru-baru ini Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi DKI Jakarta bersama Lembaga Kebudayaan Betawi sukses menghantarkan delapan budaya Betawi untuk ditetapkan sebagai WBTb Indonesia 2024. Penetapan itu disampaikan oleh Ketua Tim Ahli WBTb Indonesia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) G.R. Lono Lastoro Simatupang dan Sekretaris Tim Ahli WBTb Toto Sucipto di Jakarta.
Penetapan ini menandai akhir proses panjang yang telah dilakukan sejak Januari 2024 lalu. Masing-masing karya budaya yang diajukan harus lulus tiga tahap penilaian tim ahli, diakhiri sidang penetapan oleh Tim Ahli WBTb Indonesia Kemdikbudristek pada 19-22 Agustus 2024 di Hotel Holiday Inn & Suites, Jakarta.
Delapan karya budaya Betawi yang ditetapkan sebagai WBTb Indonesia 2024 yaitu Nyorog, Kopi Jahe Betawi, Si Pitung, Rias Bakal, Bahasa Kreol Tugu, Oblog, Musik Sampyong, dan Gambus Betawi.
Tahun ini, Kemendikbudristek menilai 272 karya budaya dari 31 provinsi. Pemprov DKI Jakarta sendiri kiwari telah memiliki 85 WBTb Indonesia yang ditetapkan sejak 2013 hingga tahun 2024.
Lebih jauh, Beky Mardani sepakat dan mendukung pernyataan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, yang meminta agar warisan budaya yang telah dicatatkan atau ditetapkan itu dapat segera dimasukkan dalam proses belajar-mengajar. Baik dalam pendidikan formal, informal, maupun nonformal sebagai sumber pembelajaran kebudayaan.
Jadi, kata Beky, seharusnya memang tidak berhenti pada upaya mendapatkan sertifikat saja. Melainkan lebih dar itu, bagaimana mengupayakan agar setelah penetapan, karya-karya budaya tersebut dapat terus eksis di tengah-tengah masyarakat.
Beky juga berharap dukungan dari berbagai pihak, khususnya yang bergerak di bidang pendidikan dan budaya, agar bersama-sama LKB menggali lebih dalam budaya Betawi. “Lewat riset dan penelitian-penelitian, sehingga lebih banyak lagi karya budaya Betawi yang dapat dicatat, dilestarikan, dan dikembangkan,” ajak Beky yang juga Ketua PMI Kota Jakarta Barat ini.