Pjs Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulawesi Tengah (Sulteng), Aziz kecewa dengan pernyataan Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, Bisman Bahtiar bahwa metode Blasting yang sah dalam pertambangan, termasuk di Tambang Poboya, Kota Palu.
Seharusnya, kata Aziz, Bisman Bahtiar jangan asal bicara, turun dulu ke lapangan lakukan investigasi. Setelah investugas dan tahu apa yang terjadi di lapangan baru berbicara ke publik.
“Melihat langsung penderitaan yang dialami oleh masyarat lingkar tambang, terutama masyarakat Peboya dampak dari aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. CPM dan Macmahon sekarang ini,” kata Aziz kepada wartawan, Selasa (11/2).
LMND Sulteng dengan tegas menolak pernyataan Direktur PUSHEP yang menyatakan bahwa aktivitas pertambangan PT. CPM menggunakan metode blassting tidak berbahaya. Pernyataan tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan tidak didukung oleh bukti ilmiah yang cukup.
Aziz tegaskan, dampak lingkungan dengan metode blasting dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk polusi udara, kerusakan tanah, dan penghancuran habitat.
Resiko lain adalah tentang risiko kesehatan, penggunaan metode blasting dapat melepaskan partikel-partikel berbahaya ke udara, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat sekitar.
“Dan parahnya, tidak ada transparansi dari PT. CPM dan Macmahon tidak memberikan informasi yang cukup tentang dampak lingkungan dan kesehatan dari aktivitas blasting mereka kepada masyarakat lingkar tambang,” tuturnya.
Maka dari itu, LMND Sulteng mendesak Menteri ESDM dan Menteri Investasi dan Hilirisasi / BKPM untuk Mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. CPM.
LMND Sulteng menuntut pemerintah dan lembaga terkait untuk dilakukan evaluasi dampak lingkungan dan kesehatan yang komprehensif dan transparan, kepada PT. CPM.
“Mendesak Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk segera melakukan Audit HAM terhadap PT. CPM,” tutupnya