Intime – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menyatakan Jakarta perlu menyiapkan tata kelola air yang berkelanjutan. Hal ini dalam upaya mengejar target sebagai Top 50 Global City.
Pernyataan ini disampaikan Pramono saat menjadi keynote speaker dalam seminar nasional bertajuk “Water Governance Toward Global Cities” yang digelar bersama Universitas Pertahanan (Unhan) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Selasa (30/9).
Kata Pramono, pengelolaan air selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan nomor enam, yakni “Air Bersih dan Sanitasi Layak.”
Hal ini menjadi acuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menghadirkan akses universal terhadap air bersih, sehingga ibu kota berkembang menjadi kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
“Jakarta sebagai kota yang inklusif dan berkelanjutan tentu terus berupaya meningkatkan capaian air bersih. Saat ini, cakupan air bersih baru mencapai 74,24 persen. Mudah-mudahan tahun depan bisa naik menjadi 85 persen, dan pada akhir 2029 saya sudah menyampaikan kepada Dirut PAM Jaya agar cakupan bisa 100 persen,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketergantungan Jakarta pada pasokan air baku dari luar wilayah masih sangat tinggi, yakni mencapai 86,9 persen. Air tersebut diolah melalui instalasi pengolahan air (IPA) dengan kapasitas 21.000 liter per detik. Karena itu, kerja sama antardaerah dan peningkatan infrastruktur menjadi sangat penting.
“Untuk menjawab tantangan ini, Pemprov DKI sedang menyiapkan sejumlah proyek strategis percepatan akses air perpipaan. Di antaranya SPAM Karian–Serpong yang akan menambah cakupan sekitar 10 persen atau 212.000 sambungan rumah; SPAM Jatiluhur I yang menambah 13 persen atau setara 300.000 sambungan rumah; serta SPAM Buaran II yang memperluas layanan 8,8 persen atau sekitar 250.000 sambungan rumah,” jelasnya.
Saat ini, terdapat tujuh lokasi jaringan perpipaan yang sudah selesai dibangun, antara lain di Duri Kosambi, Taman Sari, dan Cilincing. Dengan demikian, Gubernur Pramono optimistis cakupan air bersih bisa mencapai 100 persen pada 2029.
“Termasuk untuk warga tidak mampu di Jakarta Utara, salah satunya di Cilincing. Menurut saya, Cilincing harus menjadi prioritas perhatian,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti masalah penurunan permukaan tanah di Jakarta. Untuk mengatasinya, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan Zona Bebas Air Tanah (ZOBAT) melalui Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021.
Menurut Pramono, kebijakan ini melarang pengambilan air tanah di wilayah yang sudah terlayani jaringan perpipaan, khususnya kawasan strategis seperti SCBD, Sudirman, Mega Kuningan, Kawasan Industri Pulogadung, serta 12 ruas jalan utama.
“Di kawasan tersebut tidak boleh lagi menggunakan air tanah, karena sudah ada Pergub yang mengatur. Kami juga memastikan program-program yang menyentuh masyarakat tetap berjalan, misalnya pembangunan IPA Buaran III yang juga akan menyuplai Kota Bekasi, serta pembangunan reservoir komunal di Tambora, Gandaria Utara, dan wilayah lainnya,” ungkapnya.
Sebagai tambahan, Pemprov DKI juga menghadirkan program Kartu Air Sehat bagi warga berpenghasilan rendah serta bantuan 1.000 tandon air. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota global yang berdaya saing, berkelanjutan, sekaligus menyejahterakan seluruh masyarakat.