Menyoal UU Kejaksaan Tahun 2021 Terkait Pasal Soal Izin Jaksa Agung

Mantan pimpinan KPK, Saut Situmorang menyoroti UU No 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI. Hal itu, terkait ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 5 yang menyebutkan bahwa proses hukum terhadap jaksa itu harus melalui izin Jaksa Agung.

Sebab, kata Saut, adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum yang diatur dalam pasal tersebut. 

“Prinsipnya, adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum yang cukup tinggi, konflik kepentingan dan fairness. Bagaimana kita bisa menjabarkan hal tersebut terkait penegakan hukum dan antikorupsi,” kata Saut dalam diskusi publik bertajuk UU Kejaksaan : antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (FOKAD) di Jakarta Selatan, Kamis (23/1).

Menurut Saut, penegakan hukum harus transparan dan bebas konflik kepentingan, khususnya terkait pemberantasan korupsi. 

“Logika argumentasi orang untuk membuat hukum yang transparan, akuntabel, bebas konflik kepentingan, fairness, memberantas korupsi dan melindungi pemberantasan korupsi. Ini jauh dari prinsip,” ucap Saut. 

Oleh karena itu, Saut yang puluhan tahun bertugas di badan intelejen ini mendengar ada rencana untuk merevisi kembali UU Kejaksaan, dan masuk kedalam RUU Prolegnas. 

“Kemarin saya dengar ada rencana untuk diubah kembali. Saya pikir itu prioritas sebenarnya di prolegnas,” jelasnya. 

Ia menegaskan ada permasalahan atau problem terkait beberapa pasal yang ada di UU Kejaksaan RI No 11 tahun 2021. 

“Sekali lagi, kalau kita bicara ada problem besar dalam kaitan yang kita sebut sebagai transparan, akuntabilitas, bebas konflik kepentingan, fairness dan sebagainya di Undang-undang tahun 2021 ini,” tegasnya. 

Kendati demikian, menurut Saut, apabila  pasal  8 Ayat 5 UU Kejaksaan tahun 2021 bertujuan untuk melindungi jaksa yang menangani kasus besar, maka diperlukan penjelasan secara rinci dan detail. 

“Kita paham jika pasal itu digunakan untuk melindungi jaksa-jaksa keren yang akan mengungkap korupsi besar. Namun, tanpa Jaksa Agung pun, mereka tetap bisa dilindungi, misalnya oleh civil society,” tuturnya. 

Sementara itu menurut mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menilai Pasal 8 Ayat 5 perlu diatur lebih detail untuk mencegah penyalahgunaan. 

“Seharusnya frasa melaksanakan tugas dan kewenangan dijelaskan secara definitif. Selain itu, jika dalam 1×24 jam Jaksa Agung tidak memberi izin, maka izin itu harus dianggap otomatis diberikan,” kata Edwin di lokasi yang sama.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini