Intime – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden selaku pembentuk undang-undang untuk membentuk lembaga pengawas independen bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Perintah ini muncul setelah pembubaran Komisi ASN (KASN) pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo melalui revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Dalam putusan perkara Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), serta Indonesia Corruption Watch (ICW), Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) UU ASN.
MK memberikan tenggat waktu hingga dua tahun bagi pembentuk undang-undang untuk merealisasikan pembentukan lembaga pengawas independen ASN tersebut.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 26 ayat (2) UU ASN tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “penerapan pengawasan Sistem Merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dilakukan oleh suatu lembaga independen”.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menekankan bahwa ASN merupakan perwujudan negara hukum yang berorientasi pada pelayanan publik dan harus menjunjung prinsip netralitas serta profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Dalam konteks dimaksud, keberadaan ASN mengandung dimensi eksistensial yang menempatkan aparatur negara bukan sebagai pelayan kekuasaan, melainkan sebagai pelayan rakyat,” ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan, Kamis (16/10).
Menurut Mahkamah, ASN harus bebas dari intervensi politik dan kepentingan pribadi atau golongan, sehingga perlu ada pemisahan fungsi dan kewenangan antara pembuat kebijakan (Pemerintah dan DPR), pelaksana kebijakan (Kementerian/Lembaga), dan pengawas kebijakan.
Penyerahan kewenangan pengawasan ASN kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) setelah dihapusnya KASN, dinilai MK dapat menimbulkan tumpang tindih peran dan benturan kepentingan, mengingat keduanya merupakan pelaksana kebijakan ASN.
“Pengawas kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas an sich, namun juga sekaligus sebagai penyeimbang yang berada di luar dari pembuat maupun pelaksana kebijakan guna memastikan Sistem Merit berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan,” jelas Mahkamah.
Pembentukan lembaga independen ini dianggap penting untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN serta berperan melindungi karier ASN dari intervensi politik.
Meskipun demikian, putusan ini tidak disepakati secara bulat oleh seluruh hakim. Terdapat satu Hakim Konstitusi, yakni Anwar Usman, yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Anwar Usman berpandangan bahwa alasan pemindahan tugas KASN ke PAN-RB adalah open legal policy pembentuk undang-undang. Selain itu, ia menilai persoalan netralitas ASN tidak memiliki hubungan langsung dengan pengawasan dan pembinaan ASN secara menyeluruh.
Untuk diketahui, sebelum KASN dibentuk melalui UU 5/2014, UU 43/1999 sebelumnya telah mengamanatkan pembentukan Komisi Kepegawaian Negara yang bertujuan sama untuk menjaga profesionalitas dan netralitas ASN, namun lembaga tersebut tidak pernah terwujud. KASN sendiri merupakan lembaga nonstruktural dan mandiri yang memiliki kewenangan monitoring, evaluasi, dan pengawasan terhadap penerapan Sistem Merit, asas, kode etik, dan kode perilaku ASN.