Itulah dia apa adanya. Tak dilebih-lebihkan. Tak dikurang-kurangi. Ia menjawab semua tekanan yang datang dengan biasa saja. Datar saja. Termasuk saat menghadapi manuver politik yang menghantamnya dengan keras. Baginya, semua sudah ada catatannya.
Pengabdian di mana saja adalah ibadah. Tunaikan dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas. Karena Sang Kholiq memilihkan segala sesuatu untuk kita. Bukan dengan dasar kita suka, tapi karena dasar sifat Ar-Rahman (Pengasih). (Gus Taj Yasin Maimoen)
Dicopot dari jabatannya Mohamad Taufik tetap santuy. Bahkan, tak hanya dicopot. Dia diserang habis dari teman separtai. Tak ada serangan balik. Ia hanya berusaha sedikit menangkis. Tentu tujuannya agar opini di ruang publik terkendali. Meski hanya sedikit membantu.
Dia tau betul, semua orang sedang wait and see. Menunggu apa yang akan disampaikan Mohamad Taufik dan berlabuh ke mana?. Atau mungkin menunggu serangan balik dari Taufik. Tapi tidak. Penonton harus kecewa. Taufik tegak lurus pada karakternya. Tenang.
Ini salah satu ketenangannya. “Tiba tiba setelah ada paripurna di DPRD, saya pimpin, Ariza nyari saya, ‘bang, Pak Wagub mau ketemu’, ya udah sini. Empat mata, saya bilang ‘Zaa, lu mau ngomong apa gue udah paham nih, udah omongin aja jelas-jelas’,” kata Taufik di YouTube Total Politik, Sabtu (9/4).
Di sini terlihat jelas ketenangannya. “Dia ngomong ‘bang, abang posisi jadi Wakil Ketua DPRD diganti, sama ketua fraksi’, ya saya bilang ya udah jalanin aja. Dia tahan tuh surat, tahan katanya, ‘Udah Zaa jalanin aja, kenapa mesti ditahan-tahan. Gue akan terima aja’,” katanya.
Bahkan, ia hanya membantah tuduhan-tuduhan. Tidak melontarkan serangan balik secara membabibuta. Tekanan politik yang dia alami justru dimaknai sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang rekan separtai. Tidak lebih.
Sikap, pandangan bahkan responsnya itu memang selalu ditunggu. Tapi, jangan harap akan dapatkan pernyataan serangan balik darinya. Bagi sebagian kalangan di Jakarta, ia adalah mentor politik yang baik. Terutama di kalangan aktivis di Jakarta.
Mantan Ketua KPU itu dikenal sebagai mentor yang tepat. Tentu predikat itu bebas untuk ditafsiri. Tetapi rasanya tidak berlebihan juga. Didit dan Ari sebagai pembawa acara Total Politik pun, terus memancing dengan pertanyaan tajam.
Tetap saja. Mohamad Taufik menjawab dengan tenang sambil tersenyum. Ia tentu manusia biasa. Ada plus minusnya. Tetapi Taufik memang mentor.
Bendahara PWNU DKI itu adalah potret bagi aktivis di Jakarta. Setidaknya bagi yang memilih jalan politik sebagai ladang pengabdian atau perjuangan. Taufik terbuka dalam berinteraksi. Baik fisik maupun pemikiran politik.
Predikat sebagai mentor politik itu juga tak membuatnya berubah. Toh predikat itu disematkan orang. Bukan klaim pribadi. Secara tidak langsung, ia membimbing junior atau teman seperjalanan politiknya secara tidak langsung. Sadar atau tidak disadarinya.
Ciri pribadi dan pemikirannya yang inklusif itu membuatnya mudah bergaul dan menerima perbedaan pandangan politik. Ia terbuka saja dengan pemikiran yang berbeda dengannya. Dia paham betul bahwa setiap orang berpotensi untuk benar. Termasuk dalam pemikirannya. Bagi Taufik, sangatlah arif dan bijak menerima perbedaan pandangan politik itu.
Bukan menangkis serangan dengan serangan brutal pula. Sebab, sebagai seorang mentor, ada banyak orang yang mengintip sikap, pikiran dan pernyataan-pernyataanya.