Muhammadiyah: Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan, Meninggal Saat Dihadapkan Kasus Korupsi

Intime – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Muhammadiyah menilai gelar tersebut tidak layak diberikan karena rekam jejak Soeharto yang dinilai bermasalah secara hukum dan moral.

Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Usman Hamid, menegaskan bahwa seorang pahlawan nasional seharusnya menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keberanian moral hingga akhir hayatnya.

“Jadi kalau dia meninggal dunia dalam keadaan melakukan kejahatan atau dengan status tersangka atau terdakwa entah itu pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan lingkungan, atau korupsi sulit diletakkan sebagai pahlawan,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11).

Usman menyoroti bahwa hingga akhir kekuasaannya, Soeharto belum menyelesaikan sejumlah persoalan hukum, terutama terkait dugaan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Soeharto meninggal dunia ketika ia setengah diadili oleh pengadilan karena kasus korupsi. Bahkan di Asia Tenggara, dia dianggap sebagai salah satu pemimpin paling buruk di dunia,” ujarnya.

Menurut Usman, gelar pahlawan nasional seharusnya diberikan kepada sosok yang berani membela kebenaran dan rela berkorban demi kepentingan orang banyak, bukan kepada tokoh yang meninggalkan warisan persoalan hukum dan moral.

“Pahlawan sejati adalah orang-orang yang memiliki keberanian dan berani berkorban untuk orang lain. Bagaimana bisa Soeharto disandingkan dengan Gus Dur atau Marsinah,” tegasnya.

Pernyataan Muhammadiyah ini menambah daftar penolakan terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto yang sebelumnya juga menuai kritik dari sejumlah tokoh masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini