Pakar Bioteknologi Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung, Firdaus Ali, mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif air di Jakarta menjadi langkah yang tak terhindarkan untuk memastikan kelangsungan penyediaan air bersih di Jakarta.
Firdaus Ali yang juga turut menyusun visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Pramono Anung dan Rano Karno menjelaskan bahwa cakupan layanan air minum perpipaan di Jakarta baru mencapai 44 persen, sehingga butuh investasi besar agar cakupan layanan air bisa mencapai 100 persen.
Pendiri dan Ketua Indonesia Water Institut itu mengingatkan bahwa penyesuaian tarif perlu difokuskan pada sektor komersial dan industri, yang selama ini menikmati tarif air yang relatif rendah. Ia menambahkan, tarif untuk sektor komersial bisa dinaikkan hingga tiga kali lipat demi mengurangi ketimpangan dalam distribusi air.
“Maka dalam konteks itu penyesuaian tarif itu menjadi sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Tetapi saya titip, tarif yang kita naikkan itu kepada yang tadi yang namanya komersial ke atas. Kalau perlu naik 3 kali lipat. Ya kenapa? Karena selama ini mereka kemudian tadi menikmati air dalam harga yang murah-murah,” ujar Firdaus kepada wartawan, Rabu (5/2/2025).
Selain itu, Firdaus menekankan pentingnya menurunkan tingkat kebocoran air yang mencapai 47 persen. Dengan upaya maksimal, ia berharap kebocoran tersebut bisa segera dikurangi. Upaya ini menjadi salah satu langkah penting dalam meningkatkan efisiensi distribusi air di Jakarta.
“PAM Jaya harus kita selamatkan. Tingkat kebocoran yang 47 persen dengan segala cara harus kita turunkan secepat mungkin,” katanya.
Firdaus Ali juga menyoroti pentingnya inovasi dalam sektor penyediaan air, termasuk pemanfaatan tambahan kapasitas air dari sumber baru, seperti dari SPAM Jatiluhur I yang baru saja diperoleh. Dengan adanya pasokan tambahan, ia berharap pelayanan air minum di Jakarta bisa ditingkatkan lebih cepat.
Mengenai penggunaan air tanah dalam yang masih terjadi di Jakarta, Firdaus mengungkapkan keprihatinannya meskipun regulasi sudah ada untuk melarangnya. Ia mengatakan bahwa jika pengambilan air tanah dalam tidak dikendalikan, maka dampaknya akan semakin memperburuk kondisi lingkungan, seperti penurunan permukaan tanah dan krisis air yang kian parah.
“Sebelum Pak Foke mengakhiri jabatannya, saya berpesan, Pak, tidak ada pilihan, Pak. Air tanah dalam ini harus dilarang, kalau perlu ditembak mati orang yang mengambil air tanah dalam. Kata tenggelam terus, sinking terus, Pak. Makanya Jakarta tadi tenggelam karena rob, Jakarta kemudian banjir, dan juga Jakarta sepanjang tahun krisis air, kekurangan air. Kita tidak mau biaya sosial ekonominya jauh lebih mahal,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Firdaus juga mengungkapkan upayanya untuk mendorong percepatan layanan air minum perpipaan dengan berbagai kebijakan, salah satunya melalui percepatan program yang ada di bawah instruksi presiden.
Penyesuaian tarif dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, menurut Firdaus, adalah langkah penting untuk mengatasi tantangan besar yang dihadapi Jakarta dalam hal penyediaan air bersih dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sebelumnya, Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan, penyesuaian tarif air telah mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 tahun 2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
Selain terus melakukan pembangunan infrastruktur jaringan perpipaan, ungkapnya, kebijakan ini juga merupakan bagian dari upaya PAM Jaya dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemenuhan air minum pada 2030.
Tidak hanya itu, kombinasi penerapan teknologi inovatif, disiplin operasional, hingga kerja sama sinergis juga dilakukan demi terwujudnya 100 persen cakupan air minum bagi seluruh warga Jakarta. Penerapan tarif baru merupakan upaya untuk mewujudkan pemenuhan air minum secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta.
Apalagi, tarif air minum di Jakarta selama 17 tahun terakhir tetap sama. Padahal, biaya untuk memenuhi kebutuhan penyediaan air minum terus meningkat. Kata dia, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan standar kebutuhan pokok air minum per kepala keluarga sebesar 10 meter kubik per bulan.
“Jika pelanggan rumah tangga menggunakan air secara bijak dengan konsumsi di angka 10 meter kubik maka tidak ada perubahan tarif yang akan dirasakan oleh pelanggan mengingat tarif pada kebutuhan 0-10 meter kubik masih tetap di angka yang relatif sama,” kata Arief dari keterangannya pada Kamis (26/12/2024).
Arief menambahkan, kelompok pelanggan sosial atau K-1 khusus untuk pemakaian hingga 10 meter kubik atau setara dengan 10.000 liter mengalami penurunan tarif, sedangkan untuk pelanggan kelompok lainnya, akan tetap sama seperti sebelumnya. Namun, tarif akan diterapkan secara progresif ketika konsumsi air berada pada rentang lebih dari 10 meter kubik hingga 20 meter kubik dan di atas 20 meter kubik.
“PAM Jaya berkomitmen memberikan layanan yang lebih baik, sekaligus mendukung program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air minum masyarakat Jakarta secara menyeluruh,” ungkap Arief.