Intime – Pengamat Kebijakan Publik, Sugiyanto Emik mendesak Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk menonaktifkan direksi PT Food Station Tjipinang Jaya terkait adanya dugaan praktik beras oplosan.
Lanjut dia, langkah konkret itu demi menjamin integritas dan kredibilitas pengelolaan BUMD, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pangan daerah.
“Langkah pertama yang harus diambil adalah menonaktifkan seluruh jajaran direksi dan dewan komisaris atau dewan pengawas PT FSTJ,” ucal Sugiyanto, Kamis (17/7).
Menurur dia, pemberhentian sementara ini penting agar proses pemeriksaan dan investigasi bisa dilakukan secara menyeluruh, objektif, dan tanpa hambatan dari pihak internal.
“Penonaktifan bersifat sementara, namun menjadi wujud komitmen terhadap prinsip good governance dan akuntabilitas publik,” urainya.
Disamping itu, Gubernur Pramono harus segera memerintahkan audit forensik oleh lembaga audit independen terhadap seluruh rantai produksi dan distribusi food station. Audit ini diperlukan untuk mengungkap apakah terdapat unsur kesengajaan dalam dugaan praktik pengoplosan, pelanggaran standar mutu, atau manipulasi harga jual.
“Transparansi hasil audit akan menjadi pijakan penting dalam proses hukum maupun reformasi internal perusahaan,” ujarnya.
Gubernur Pramono juga perlu memerintahkan agar distribusi produk beras dari food station yang diduga bermasalah dihentikan sementara, guna melindungi konsumen dari potensi kerugian dan memastikan tidak ada produk substandar yang beredar di pasar selama proses investigasi berlangsung.
“Ini bersifat preventif sekaligus menunjukkan komitmen untuk menjamin keamanan pangan masyarakat DKI Jakarta,” ujarnya
Kemudian Gubernur Pramono juga perlu melakukan koordinasi intensif dengan Satgas Pangan, Kementerian Pertanian, dan aparat penegak hukum, seperti Bareskrim Polri, untuk membuka seluruh data terkait logistik dan distribusi beras food tation.
“Kolaborasi lintas lembaga akan mempercepat proses penelusuran dan penindakan apabila ditemukan unsur pidana atau pelanggaran administratif,” tuturnya.
Dalam situasi krisis seperti ini, menurut dia, Gubernur harus tampil sebagai pemimpin yang tegas dan transparan. Pernyataan resmi yang disampaikan kepada publik harus mencerminkan sikap objektif, tidak defensif, dan terbuka terhadap temuan lembaga negara.
“Transparansi adalah fondasi utama dalam menjaga kepercayaan publik, sekaligus mencegah asumsi negatif yang bisa memperkeruh suasana,” tutupnya.