Oleh: Achmad Rizki, Wakil Sekretaris KAHMI Jaya
Perubahan bentuk hukum PAM Jaya dari Perusahaan Umum Daerah (Perumda) menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) menandai babak baru bagi penyedia layanan air bersih Jakarta. Langkah ini bukan sekadar pergantian nama, tetapi transformasi kelembagaan yang diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Antara Laba dan Pelayanan Publik
PP 54/2017 Pasal 5 menyebutkan, tujuan pendirian Perseroan Daerah tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga memberikan manfaat bagi perekonomian daerah serta menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa bermutu bagi masyarakat. Artinya, meski kelak berbentuk perseroan dan memiliki potensi go public, PAM Jaya tetap memikul mandat utama: melayani warga Jakarta dengan air bersih yang layak dan terjangkau.
Pergub No. 730 Tahun 2024 semakin menegaskan hal itu. Regulasi ini memuat daftar bangunan sosial yang wajib diprioritaskan pelayanan airnya. Termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di antaranya Rumah Tangga Sangat Sederhana 1, Rumah Susun Sangat Sederhana. Lalu, Hydran Kebakaran, serta Instansi Pendidikan Pemerintah.
Kehadiran aturan ini memastikan bahwa transformasi korporasi tidak menggeser orientasi sosial PAM Jaya. Justru, layanan kepada kelompok rentan dan fasilitas publik tetap dilindungi secara hukum.
Prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pun menjadi syarat wajib. Transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pada pelayanan publik harus berjalan beriringan dengan upaya penguatan bisnis.
Jalan Menuju Pasar Modal
Mungkin muncul pertanyaan: apakah status perseroan membuka jalan bagi PAM Jaya untuk IPO? PP 54/2017 memang tidak menyebut istilah Initial Public Offering secara eksplisit. Namun, regulasi ini memberi dasar hukum yang memungkinkan. Pasal 15 menyebutkan penyertaan modal pada Perseroan Daerah dapat berupa saham dan/atau obligasi yang bisa dikonversi menjadi saham. Pasal ini membuka peluang bagi penerbitan saham baru, yang menjadi salah satu syarat teknis IPO.
Lebih lanjut, Pasal 16 mengatur bahwa penyertaan modal Pemerintah Daerah dilakukan melalui pembelian saham saat pendirian maupun penambahan modal. Dengan demikian, meski terbuka peluang bagi masuknya investor swasta atau publik, kendali utama tetap berada di tangan Pemprov DKI Jakarta.
Kendali Tetap di Tangan Pemda
Kewajiban itu ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) PP 54/2017: minimal 51 persen saham Perseroan Daerah harus dimiliki Pemerintah Daerah. Artinya, berapapun saham yang dilepas ke investor atau publik, mayoritas kendali tidak boleh berpindah dari Pemprov DKI Jakarta. Jika porsi kepemilikan turun di bawah angka itu, status PAM Jaya sebagai BUMD akan hilang.
Ketentuan ini memberi keseimbangan. Di satu sisi, Perseroan Daerah seperti PAM Jaya diberi fleksibilitas mencari modal tambahan melalui pasar. Di sisi lain, pemerintah tetap memastikan fungsi pelayanan publik tidak tergadaikan oleh kepentingan murni bisnis.
Momentum Transformasi
Transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda patut dibaca sebagai momentum memperkuat dua hal sekaligus: profesionalitas pengelolaan bisnis dan tanggung jawab pelayanan publik. Dengan struktur yang lebih adaptif, perusahaan bisa lebih leluasa mengembangkan strategi pembiayaan, termasuk kemungkinan IPO, tanpa mengabaikan misi sosialnya.
Bagi warga Jakarta, perubahan ini diharapkan menjadi jalan bagi layanan air bersih yang lebih baik, lebih luas jangkauannya, serta lebih transparan pengelolaannya. Sementara bagi pemerintah daerah, langkah ini adalah strategi memperkuat kemandirian BUMD sekaligus menyokong perekonomian ibukota.