Intime – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menegaskan bahwa beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh seharusnya tidak ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan menjadi tanggung jawab konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Menurut Said, proyek Whoosh sejak awal dirancang sebagai kerja sama bisnis antar perusahaan (business to business), sebelum kemudian diambil alih oleh pemerintah. Pergeseran skema inilah yang menyebabkan munculnya beban keuangan negara.
“Duduk soalnya kan begini ya, Whoosh ini awalnya business to business. Setelah itu diambil alih oleh pemerintah. Maka kemudian segala risiko — saham kita 60 persen, 40 persen China tentu berbagi renteng dari sisi modal dan risiko utangnya,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (4/11).
Politikus senior PDIP itu menuturkan, ketika proyek tersebut sudah masuk ke dalam ranah BUMN dan dikelola melalui Danareksa, maka secara prinsip tanggung jawab keuangan berada di tangan korporasi, bukan pemerintah.
“Maka APBN yang menanggung. Namun ketika badan usaha milik negara itu tidak lagi dibendahara umum negara, tidak lagi di bawah kekuasaan Kementerian Keuangan, dia berdiri sendiri dan antara, dan dari feeder-nya masuknya ke Danareksa, sesungguhnya make sense saja, wajar saja,” jelasnya.
“Dan menjadi kewajiban Danareksa untuk menyelesaikan seluruh proses yang terjadi di KCIC, termasuk liability-nya, termasuk hutangnya,” tegas Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI tersebut.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menambahkan, jika pemerintah nantinya mengambil kebijakan untuk menanggung sebagian atau seluruh utang KCIC melalui APBN, maka keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang.
“Bahwa kemudian Bapak Presiden ngambil kebijakan lain, kita akan lihat seperti apa kebijakan Bapak Presiden. Kalau itu akan dibebankan hutangnya kepada APBN yang harus menanggung membayar hutang KCIC, tentu perlu dikaji lagi,” ujarnya.
Terkait kemampuan fiskal nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Said menilai kondisi keuangan negara masih tergolong aman, tetapi harus digunakan secara hati-hati dan tepat sasaran.
“Ini bukan soal sanggup atau tidak sanggup, karena fiskal kita masih oke, masih baik. Walaupun baik dalam pengertian cadangan saja. Cadangan anggarannya ada, DBA pun ada. Tapi itu harus dipergunakan bagaimana menjalankan sektor riil agar prioritasnya tetap meningkat,” tutur Said.
Ia menegaskan pentingnya menjaga disiplin fiskal dan memastikan agar anggaran negara diprioritaskan untuk pembangunan yang langsung menyentuh kepentingan rakyat, bukan untuk menambal risiko bisnis proyek infrastruktur.

