Intime – Politikus senior PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, menilai usulan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang mendorong pembentukan koalisi permanen hingga diatur dalam Undang-Undang (UU), sebagai gagasan yang tidak relevan dengan sistem politik Indonesia. Menurutnya, urusan koalisi merupakan sepenuhnya hak prerogatif Presiden.
“Gak relevan mengatur soal koalisi permanen dalam UU, karena itu hak prerogatif presiden. PDI Perjuangan justru menghormati hak prerogatif presiden dan sudah memutuskan sebagai partai penyeimbang,” tegas Andreas kepada awak media di Jakarta, Kamis (11/12).
Andreas memandang, usulan koalisi permanen yang disampaikan Bahlil tidak lepas dari kepentingan politik kelompok tertentu.
Ia menilai gagasan itu lebih diarahkan untuk mengamankan posisi elite dan partai pendukung pemerintah ketimbang memperkuat sistem pemerintahan itu sendiri.
“Usulan ini lebih untuk kepentingan individual elit dan partainya untuk aman dalam posisi di kabinet pemerintahan. Sangat cerdik, mengakali, dan mau mengikat presiden untuk kepentingan partai dan diri elit politik di pemerintahan,” ujar Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI itu.
Lebih jauh, Andreas menjelaskan bahwa konsep koalisi permanen lebih dikenal dalam sistem parlementer. Di sistem tersebut, koalisi dibentuk untuk menghasilkan pemerintahan mayoritas, di mana partai-partai bernegosiasi secara formal untuk membangun platform pemerintahan bersama.
“Dalam sistem parlementer, pembentukan koalisi memang lazim dilakukan. Partai-partai bernegosiasi untuk menyepakati platform bersama,” katanya.
Namun, dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia, koalisi bukanlah unsur yang melekat secara struktural. Platform pemerintahan sepenuhnya ditentukan oleh presiden terpilih, dan kerja sama politik dengan partai pendukung bersifat opsional.
“Partai pendukung presiden kalau mau bekerjasama tergantung presiden, karena presiden punya hak prerogatif untuk memutuskan bekerjasama dengan siapa dan dengan partai mana. Sehingga tidak perlu diatur oleh UU,” tutup Andreas.

