Pemberhentian Direksi dan Komisaris Bank NTT Langgar POJK 17/2023

Komisi XI DPR menolak keputusan pemberhentian direksi dan komisaris Bank NTT. Pangkalnya, melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2023.

Rapat Umum Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-RUPSLB) Bank NTT, yang dipimpin Penjabat (Pj) Gubernur NTT, Ayodhia Kalake, pada 8 Mei 2024 memutuskan memberhentikan beberapa direktur dan komisaris Bank NTT. Mereka adalah Alex Riwu Kaho, Paulus Stefen Mesakh, Juvenille Djodjana, dan Sam Djo.

“Karenanya, saya menolak pemberhentian direksi dan dewan komisaris Bank NTT,” kata anggota Komisi XI DPR, Fauzi Amro, Senin (20/5).

Ia menerangkan, Pasal 10 POJK 17/2023 mengatur pemberhentian atau penggantian direksi wajib mengedepankan kepentingan utama bank. Misalnya, yang bersangkutan tak mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

Lalu, pemberhentian/penggantian bukan atas dasar penilaian subjektif, melalui perencanaan dan mekanisme berlaku dengan memperhatikan penilaian komite, mengedepankan pola komunikasi yang baik dari berbagai pihak terkait, mengutamakan penerapan tata kelola yang baik dan aspek kehati-hatian, dan tak mengganggu kegiatan usaha.

“POJK Nomor 17 Tahun 2023 ini adalah payung hukum yang bertujuan agar para kepala daerah, yang hobi memberhentikan direksi BPD di tengah jalan, lebih paham bahwa tak bisa main copot hanya karena persoalan suka dan tidak suka dengan direksi dan anggota komisaris ataupun karena kepentingan yang sifatnya politis,” urainya.

Sekalipun kewenangan di tangan pemegang saham pengendali, pemberhentian direksi dan komisaris di tengah jalan kini juga harus disetujui OJK. Apalagi, sesuai Pasal 10 POJK 17/2023, OJK berwenang mengevaluasi keputusan pemberhentian atau penggantian direksi sebelum masa jabatan berakhir.

Fauzi melanjutkan, tata cara pergantian direksi dan komisaris bank, termasuk bank pembangunan daerah (BPD), juga diatur dalam Pasal 11 POJK 17/2023. Pemberhentian atau penggantian direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan OJK terlebih dahulu sebelum diputuskan dalam RUPS, misalnya.

Kemudian, dalam memberikan persetujuan, OJK melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana pemberhentian atau penggantian direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan. Lalu, bank mesti menyampaikan permohonan berisi alasan/pertimbangan pemberhentian/penggantian direksi dan bisa menyertakan profil calon pengganti yang dianggap memenuhi persyaratan kepada OJK sebagai bahan penilaian.

Selain itu, permohonan kepada OJK disampaikan bank paling lama 1 bulan sebelum rencana pelaksanaan RUPS. OJK selanjutnya melakukan rencana pemberhentian/penggantian direktur.

Selain itu, permohonan kepada OJK disampaikan bank paling lama 1 bulan sebelum rencana pelaksanaan RUPS yang memuat agenda pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan.

Ketika permohonan pergantian/penggantian direksi dianggap tak layak, OJK berhak menolak usulan tersebut. Bank pun dilarang memuat agenda pemberhentian/penggantian direktur dalam RUPS.

“Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka kami menilai, Rapat Umum Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS RUPSLB) yang dipimpin Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Ayodhia Kalake, pada tanggal 8 Mei 2024 sangat jelas melanggar dan menabrak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum, terutama Pasal 10, 11, dan 15,” bebernya.

Politikus Partai NasDem ini lantas mendorong OJK mengevaluasi dan membatalkan semua keputusan RUPS-RUPSLB tersebut. Selain itu, mengembalikan posisi direksi dan dewan komisaris Bank NTT sebelumnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini