Intime – Perhatian terhadap kondisi petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) tidak sekadar pemulihan fisik.
Melainkan butuh pemulihan Kesehatan mental. Pasalnya, para petugas Gulkarmat kerap menghadapi situasi dan kondisi ekstrem di lapangan. Seperti menyaksikan korban meninggal, gagal menyelamatkan, atau kehilangan rekan kerja.
Anggota Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta Heri Kustanto mengatakan, selama ini perhatian lebih banyak diberikan pada pemulihan fisik. Sedangkan kesehatan mental personel masih dianggap sekunder. “Kondisi ini bisa memicu trauma berat, seperti PTSD, depresi, hingga burnout,” ujar Heri, beberapa saat lalu.
Karena itu, petugas Gulkarmat memerlukan sistem pendampingan psikologis berkelanjutan. “Perlu menyediakan psikolog atau konselor khusus yang siap siaga mendampingi petugas setelah kejadian besar,” tutur dia.
Selain itu, DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong pemberian sesi debriefing psikologis setelah operasi darurat. Termasuk pelatihan resilience dan stress management bagi seluruh personel.
Para petugas tersebut juga memerlukan kebijakan dan alokasi anggaran khusus untuk Program Healing and Recovery bagi petugas Gulkarmat.
“Pemprov harus menyiapkan anggaran khusus untuk pemulihan fisik dan mental,” kata Heri.
Menurut dia, petugas yang mengalami cedera atau trauma berat memerlukan Program Rehabilitasi Medis dan Psikologis. Selain itu, jaminan kesejahteraan bagi keluarga.
“Petugas Damkar layak mendapatkan tunjangan risiko, asuransi jiwa, dan beasiswa bagi keluarga korban kecelakaan kerja,” tambah Heri.
Kebijakan tersebut, tambah dia, akan memperkuat kesejahteraan petugas Gulkarmat secara menyeluruh. Mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan ekonomi yang berdampak langsung pada peningkatan kinerja petugas di lapangan. ( * )

