Pendapatan Anggota DPR Masih Rp 65 Juta, Formappi Nilai Penghapusan Tunjangan Perumahan Tak Cukup

Intime – Keputusan DPR RI untuk menghapus tunjangan perumahan sebagai respons terhadap tuntutan publik patut diapresiasi, namun langkah tersebut dinilai belum signifikan.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengungkapkan bahwa total pendapatan bulanan anggota DPR tetap berada di angka sekitar Rp65 juta. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian yang dilakukan hanya menyentuh tunjangan perumahan, sementara tunjangan lainnya tidak mengalami perubahan drastis.

Lucius Karus mempertanyakan sejumlah tunjangan yang dinilai berlebihan dan tumpang tindih. Salah satu yang paling disorot adalah Tunjangan Komunikasi Intensif sebesar Rp 20.033.000 per bulan.

Menurutnya, besaran tunjangan ini tidak jelas peruntukannya dan tidak sejalan dengan seringnya keluhan publik terkait kurangnya komunikasi anggota DPR.

Selain itu, ia juga menyoroti adanya dua tunjangan dengan fungsi serupa, yaitu Tunjangan Jabatan sebesar Rp9.700.000 dan Tunjangan Kehormatan sebesar Rp7.187.000.

“Ini kan dua tunjangan yang maknanya sama. Dua-duanya mau menghormati jabatan anggota DPR? Kenapa mesti dibikin menjadi dua jenis tunjangan?” tanya Lucius

Hal serupa juga terjadi pada tunjangan terkait peningkatan fungsi dan honorarium kegiatan, yang dianggap memiliki tujuan serupa namun dibuat terpisah.

Lucius menambahkan, selain tunjangan bulanan, anggota DPR masih menerima berbagai tunjangan lain, seperti tunjangan reses dan kunjungan ke daerah pemilihan (dapil). Tunjangan ini tidak diberikan setiap bulan, melainkan per kunjungan, sehingga seolah-olah bukan bagian dari take-home pay.

Namun, total kunjungan ke dapil yang bisa mencapai 12 kali setahun, ditambah dengan kunjungan kerja komisi dan ke luar negeri, membuat pundi-pundi pendapatan anggota tetap besar.

“Moratorium kunjungan keluar negeri ngga seberapa jika dibandingkan dengan kunjungan-kunjungan anggota ke dapil dengan jumlah keseluruhan menjadi 12 kali kunjungan,” jelas Lucius.

Ia juga mendesak pimpinan DPR untuk menjelaskan secara rinci varian kunjungan kerja beserta klasifikasi tunjangannya.

Lebih lanjut, Lucius Karus menekankan bahwa penyesuaian tunjangan yang dilakukan DPR saat ini hanya bersifat parsial. Ia menegaskan, tugas fundamental yang jauh lebih penting adalah merevisi aturan-aturan terkait gaji dan tunjangan pejabat, baik di DPR maupun eksekutif.

“Ada UU terkait gaji pejabat yang tak direvisi sejak tahun 1980. Berikutnya beberapa aturan turunan terkait tunjangan yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah sejak tahun 1990-an,” ungkap Lucius.

Ia berharap, momentum evaluasi ini dimanfaatkan untuk menata ulang secara menyeluruh peraturan yang sudah usang, sehingga jenis dan nominal tunjangan benar-benar efektif dan akuntabel.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini