Intime – Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menduga wacana pemilihan kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota—oleh Presiden dan DPRD merupakan bagian dari manuver politik elit yang telah dirancang secara matang.
Ia menilai, gagasan tersebut tidak muncul secara sporadis, melainkan merupakan strategi politik yang sudah dikomunikasikan di tingkat pimpinan partai.
Menurut Fernando, wacana tersebut tidak hanya datang dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Ia meyakini, ketua umum partai politik lain, khususnya yang tergabung dalam koalisi pemerintahan, berpotensi menyuarakan gagasan serupa.
“Gagasan yang dilontarkan tersebut tentu sudah disepakati oleh pimpinan partai politik, terutama yang saat ini tergabung dalam koalisi pemerintahan,” ujar Fernando, Minggu (21/12).
Fernando menilai, pembahasan soal mekanisme pemilihan kepala daerah oleh Presiden dan DPRD tidak akan berhenti pada tataran wacana atau pembahasan di DPR. Ia menduga, proses tersebut dapat berlanjut pada pembagian jabatan kepala daerah sebagai bagian dari kesepakatan politik antarpartai.
“Sangat mungkin sudah dibagi sebagai kesepakatan bersama,” tuturnya.
Ia juga menyoroti alasan yang kerap disampaikan sebagian elit politik, yakni penghematan anggaran negara, sebagai dasar perubahan mekanisme Pilkada. Fernando menilai, dalih efisiensi anggaran tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menghilangkan hak pilih rakyat dalam menentukan pemimpinnya di daerah.
“Memang secara hitung-hitungan akan ada penghematan anggaran karena biaya Pilkada menjadi lebih kecil jika kepala daerah ditunjuk Presiden dan dipilih DPRD. Namun tidak ada jaminan korupsi akan hilang dan juga tidak ada jaminan terpilihnya pemimpin daerah yang berkualitas,” jelasnya.
Fernando menegaskan, upaya menghapus partisipasi langsung rakyat dalam Pilkada merupakan tindakan yang semena-mena dan berpotensi melemahkan demokrasi lokal. Menurutnya, Pilkada langsung masih menjadi instrumen penting bagi rakyat untuk mengontrol kekuasaan dan menentukan arah pembangunan daerah.

