Intime – Pengamat Kebijakan Publik, Sugiyanto Emik mengaku geram dengan pernyataan Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas) yang menyebut 40 persen dari 153 pasar tradisional di bawah Perumda Pasar Jaya dalam kondisi memprihatinkan kumuh, becek, bocor, rawan banjir, dan kebakaran.
Sugiyanto tegaskan, keliru jika dikaitkan dengan istilah kumuh. Sebab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kumuh berarti kotor atau cemar. Dalam konteks perkotaan, permukiman kumuh diartikan sebagai kawasan yang tidak layak huni karena padat penduduk, bangunan berdempetan dan berkualitas buruk, serta minim atau bahkan tidak memiliki sarana dan prasarana dasar seperti sanitasi dan air bersih.
Jika pengertian tersebut diterapkan pada pasar tradisional, maka istilah kumuh dapat dimaknai sebagai kondisi bangunan pasar yang rusak parah, lingkungan yang tidak sehat. Serta keterbatasan fasilitas dasar seperti listrik, air minum, sistem drainase, dan MCK.
“Dengan mengacu pada definisi tersebut, tidak logis apabila disebut ada 60 pasar tradisional di Jakarta yang benar-benar layak dikategorikan sebagai kumuh,” ucap Sugiyanto di Jakarta, Jumat (19/9).
Pasalnya, data resmi Perumda Pasar Jaya tahun 2025 menunjukkan hanya 34 pasar atau 22 persenyang kondisi bangunannya rusak. Sementara itu, 30 pasar dalam kondisi cukup baik, 80 pasar dalam kondisi baik, dan 9 pasar sedang dalam proses pembangunan.
Angka tersebut bahkan membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024 terdapat 34 pasar rusak, pada 2023 ada 44 pasar rusak, dan pada 2022 sebanyak 55 pasar rusak. Artinya, tren perbaikan pasar tradisional jelas terlihat.
Pasar Jaya juga telah melakukan banyak langkah nyata. Sebanyak 67 pasar sudah dicat ulang eksteriornya, seperti Pasar Gondangdia, Pasar Paseban, Pasar Baru, Pasar Tomang Barat, Pasar Gang Kancil, dan Pasar Jatinegara.
Revitalisasi besar terhadap 9 pasar pun dijalankan menggunakan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD), antara lain di Pasar Jatirawasari, Pasar Cilincing, Pasar Heksagon, Pasar Kalideres, Pasar Sumur Batu, Pasar Kombongan, Pasar, dan pasar-pasar lainnya.
Selain itu, Pasar Jaya juga bekerja sama dengan pihak ketiga untuk rencana revitalisasi 3 Pasar, yakni, Pasar Induk U Shape, Pasar Pramuka, dan Pasar Jembatan Besi. Penataan pedagang kaki lima (PKL) pun dilakukan.
Menurutnya, revitalisasi pasar tradisional jelas membutuhkan dukungan semua pihak. Dana besar menjadi kunci, dan dukungan pedagang sangat vital, terutama dalam membayar Biaya Pengelolaan Pasar (BPP). Namun piutang BPP terus meningkat, bahkan mencapai Rp 217,19 miliar pada April 2025. Padahal dana ini sangat dibutuhkan untuk perawatan dan pelayanan pasar.
“Saya mendengar pedagang sudah menyampaikan aspirasi mereka kepada Pasar Jaya maupun langsung kepada Gubernur Pramono Anung. Pasar Jaya sejatinya peduli, tetapi terikat aturan. Misalnya, KPK merekomendasikan agar tunggakan BPP tetap ditagih sesuai ketentuan,” tuturnya.