Pengamat Sebut Reshuffle Kabinet Bukan Sekadar Politik, tapi Ujian Kinerja

Intime – Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet pada Senin (8/9) dengan mengganti empat menteri, melantik satu menteri baru, serta menunjuk seorang wakil menteri. Salah satu perubahan yang paling menyita perhatian publik adalah pergantian Sri Mulyani Indrawati dengan Purbaya Yudhi Sadewa di kursi Menteri Keuangan.

Pengamat pemerintahan Muhammad Akbar Maulana menilai keputusan tersebut memiliki dampak besar, mengingat Sri Mulyani selama ini dikenal sebagai simbol kredibilitas fiskal Indonesia di mata dunia.

“Pergantian Sri Mulyani jelas bukan perkara kecil. Banyak yang mungkin merasa kehilangan, bahkan khawatir stabilitas keuangan negara akan tetap terjaga. Namun di sisi lain, muncul juga pertanyaan reflektif, apakah setiap zaman butuh sosok baru dengan cara kerja segar? Bisa jadi ini narasi kepemimpinan versi Prabowo,” ujar Akbar di Jakarta, Rabu (10/9).

Selain itu, Akbar juga menyoroti pembentukan kementerian baru, yakni Kementerian Haji dan Umrah. Dari perspektif politik, langkah ini dinilai strategis mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

“Pengelolaan haji dan umrah bukan hanya soal ibadah, tetapi juga terkait ekonomi, diplomasi, hingga citra politik. Membuat kementerian khusus berarti memberi pesan bahwa urusan umat adalah prioritas negara. Namun pertanyaannya, apakah kementerian ini akan benar-benar mengefisienkan layanan atau justru menambah birokrasi?” tuturnya.

Menurut Akbar, reshuffle kabinet tak lepas dari dimensi politik. Figur-figur yang masuk dinilai bukan sosok baru, melainkan bagian dari lingkaran politik yang dekat dengan Presiden. “Reshuffle bukan hanya soal siapa yang bisa bekerja lebih baik, tapi juga konsolidasi kekuatan. Politik adalah seni mengelola loyalitas dan kompromi,” jelasnya.

Meski begitu, ia menegaskan reshuffle seharusnya dipandang sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja pemerintahan. Publik, kata dia, menunggu gebrakan nyata dari para menteri baru.

“Menteri Keuangan ditunggu menjaga APBN tetap sehat di tengah gejolak global. Menteri Perlindungan Pekerja Migran harus hadir bagi buruh migran. Menteri Koperasi diharapkan mendorong ekonomi rakyat. Dan Menteri Haji dan Umrah harus memastikan pelayanan ibadah yang lebih manusiawi, transparan, dan efisien,” kata Akbar.

Dalam perspektif akademik, reshuffle juga bisa dilihat sebagai bagian dari proses policy learning, di mana pemerintah mencoba belajar dari keterbatasan, mengadaptasi strategi, dan memperkuat legitimasi.

“Reshuffle ibarat pergantian pemain di tengah pertandingan. Publik boleh berharap banyak, tapi kita juga perlu realistis. Ia bukan jaminan semua masalah selesai, tetapi bisa menjadi kesempatan baru. Tinggal bagaimana para pemain baru ini membuktikan diri di lapangan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini