Penggunaan MyPertamina tidak Efektif, Sebaiknya Individu yang Disubsidi Bukan BBM

Oleh Achmad Nur Hidayat MPP (Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)

Tepat hari ini, 1 Juli 2022 mulai diberlakukan kebijakan penggunaan MyPertamina untuk pengendara yang akang membeli Pertalite ataupun Solar setelah sebelumnya dikabarkan bahwa kendaraan mewah dilarang untuk membeli bahan bakar Pertalite yang disubsidi pemerintah.

Hal tersebut, dilakukan untuk membatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi sehingga program subsidi BBM tepat sasaran. Yang menjadi permasalahan apakah langkah ini dinilai efektif?
Secara fakta tentu kita bisa lihat setelah program ini diimplementasikan. Tapi ada beberapa indikator yang akan membuat program ini tidak efektif dalam pelaksanaan dilapangan.

Pertama adalah, masyarakat akan merasa diribetkan oleh prosedur ini sehingga kemungkinan besar akan mendapatkan reaksi penolakan dari masyarakat.

Kedua, tidak semua masyarakat kelas bawah mempunyai perangkat smartphone yang tentunya mereka akan termarginalkan dan tidak mempunyai akses untuk mendapatkan bahan bakar.

Untuk masyarakat miskin, beli bahan bakar saja sudah kesusahan apalagi beli smartphone. Tentunya akan ada golongan masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil.

Ketiga, jika ada prosedur yang ditempuh oleh pengendara yang hendak membeli bahan bakar di SPBU maka akan berdampak terhadap antrian yang panjang apalagi saat menjelang lebaran dan pergantian tahun.

Dalam teori ekonomi saat ada satu barang mempunyai dua harga, dalam hal ini BBM bersubsidi dan keekonomian atau non subsidi, maka akan terjadi distorsi harga. Dan di sinilah akan terjadi penyimpangan dan sebagainya.

Kita harusnya menjadi negara yang preventif, dalam arti mempunyai kemandirian terkait BBM. Saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada impor BBM dan mulai menggunakan kendaraan yang tanpa menggunakan BBM seperti mobil listrik.
Hanya saja listrik yang dihasilkan jangan yang dihasilkan melalui proses yang menggunakan BBM melainkan menggunakan energi yang terbaharukan.

Jika di pasar terdapat dua harga yaitu BBM bersubsidi dan BBM yang tidak bersubsidi maka masyarakat akan menggunakan BBM yang bersubsidi. Dan hal ini yang menyebabkan negara tekor.

Mensubsidi barang akan jauh lebih buruk hasilnya daripada mensubsidi orang. Artinya, lebih baik BBM tidak dibuat dua harga menjadi harga keekonomian dan harga subsidi.

Cukup satu harga dan pemerintah bertanggungjawab untuk menjaga agar harga tersebut terjangkau. Subsidi diberikan sebagai bantuan langsung kepada masyarakat.

Akan lebih baik lagi jika negara bisa memproduksi dan mengkonversi minyak nabati menjadi BBM yang dipergunakan oleh mayoritas kendaraan yang ada di Indonesia sehingga tidak perlu import lagi. Jika ini tidak ditempuh maka Indonesia selamanya akan terus diombang-ambing oleh fluktuasi harga BBM.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini