Intime – Politisi senior Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, menyatakan dukungannya terhadap gerakan masyarakat yang menolak penggunaan strobo dan sirene di jalan raya. Menurutnya, fenomena penggunaan fasilitas tersebut oleh pejabat maupun pihak tertentu sudah membuat masyarakat muak.
Pernyataan Didi ini merespons keputusan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang membekukan sementara aktivitas penggunaan strobo dan sirene. Kebijakan tersebut merupakan langkah Polri menanggapi gelombang penolakan masyarakat terhadap maraknya penyalahgunaan strobo di jalan.
“Fenomena yang bikin muak di jalan raya sirene, strobo, dan nguing-nguing dipakai semaunya,” ujar Didi di Jakarta, Minggu (21/9).
Anggota DPR RI Komisi III periode 2009-2014 ini menilai penggunaan sirene dan strobo seharusnya hanya terbatas pada ambulans, mobil pemadam kebakaran, serta kendaraan yang menjalankan tugas negara. Ia mengingatkan, aturan lalu lintas berlaku untuk semua pihak, termasuk pejabat negara.
“Oknum pejabat, aparat, bahkan sipil yang merasa lebih penting dari semesta melaju arogan, memaksa orang lain minggir, sabar, dan menelan amarah,” ucapnya.
Lebih lanjut, Didi menyindir perilaku sejumlah pejabat yang menggunakan mobil dinas dengan sirene bukan untuk keperluan darurat, melainkan sekadar bepergian pribadi.
“Ironinya, kerap mobil dinas plus aungan sirene sering dipakai bukan untuk darurat, melainkan pergi ke restoran atau piknik bersama keluarga,” kata Didi.
Ia pun memahami lahirnya gerakan sindiran publik seperti kampanye “Stop Tot Tot Wut Wut” yang viral melalui poster digital, stiker, hingga komentar pedas di media sosial.
“Sirene bukan simbol wibawa, apalagi gengsi. Makin keras bunyinya, makin tipis wibawanya. Hormat lahir dari keteladanan, bukan dari bisingnya raungan sirene,” tegasnya.
Didi menekankan bahwa jika semua pihak bebas menggunakan sirene, jalan raya akan berubah menjadi “orkestra kegilaan” yang jauh dari tertib.
“Karena itu, hentikan arogansi. Tertib itu mulia, arogan itu memalukan,” pungkasnya.