Intime – PDI Perjuangan menjadi salah satu parpol yang menolak keras penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Presiden ke 2 RI Soeharto. Penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto diberikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada momen peringan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2025.
Menanggapi hal itu, Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI), Fernando Emas, menilai langkah PDIP tersebut berpotensi memengaruhi hubungan politik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo.
Menurutnya, penolakan PDIP bisa membuat Prabowo semakin berhati-hati untuk menjalin kerja sama politik dengan partai berlambang banteng moncong putih itu.
“Ke depan mungkin akan membuat Prabowo tidak akan mempertimbangkan PDI Perjuangan untuk ikut menjadi bagian koalisi yang akan dipimpin oleh Prabowo dan Partai Gerindra. Kemungkinan Prabowo akan semakin menjaga jarak dengan Megawati dan PDI Perjuangan,” jelas Fernando di Jakarta, Kamis (13/11).
Meski demikian, Fernando memperkirakan PDIP tidak akan berani mengambil sikap oposisi secara terbuka terhadap pemerintahan Prabowo. Menurutnya, Megawati dan partainya akan tetap berhitung dengan risiko politik yang bisa muncul dari langkah tersebut.
“Megawati dan PDI Perjuangan akan mempertimbangkan risiko akibat secara tegas mengambil sikap oposisi. PDIP takut basis dan suaranya akan digembosi pada Pemilu 2029 yang akan datang,” kata Fernando.
Lebih lanjut, Fernando menilai dinamika hubungan politik antara Prabowo dan Megawati merupakan hal yang lumrah terjadi di panggung politik nasional. Naik-turun komunikasi dan perbedaan sikap politik, kata dia, merupakan bagian dari realitas demokrasi.
“Pasang surut dalam hubungan politik merupakan hal yang wajar, termasuk antara Presiden Prabowo Subianto dengan PDIP atau Ketumnya, Megawati Soekarnoputri. Apalagi terkait dengan kebijakan seperti penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto yang ditolak PDIP,” pungkasnya.

