Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, tentang konsesi tambang kepada ormas keagamaan lebih baik daripada mengajukan proposal untuk pendanaan dinilai blunder. Bahkan, melukai perasaan masyarakat.
“Pernyataan tersebut dianggap telah melukai hati rakyat,” kata Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto, dalam keterangannya pada Minggu (9/6).
Ia menerangkan, tujuan ormas didirikan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017.
Apalagi, dalam Pasal 5 UU 17/2013 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/2013, menerangkan bahwa pembentukan ormas bertujuan mulia. Isinya, menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, melestarikan dan memelihara norma, niai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat; melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup; mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
“Bu Menteri harusnya bisa lebih paham itu!” tegas akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi ini.
Rasminto melanjutkan, dalam perjalanan sejarah Indonesia, tidak terbantahkan besarnya peran ormas terhadap bangsa. “Dari berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan, membantu tugas kemanusiaan dan kebencanaan, advokasi sosial dan pendidikan, pelestarian lingkungan, dan banyak hal lainnya.”
Karenanya, bagi dia, pernyataan Menteri Siti terkesan meremehkan perjuangan masyarakat.
Di sisi lain, Rasminto berpandangan, kebijakan pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan merupakan langkah mundur dalam upaya menjaga kelestarian alam. Sebab, mengabaikan suara rakyat yang cenderung mempertahankan keberlangsungan lingkungan.
“Kebijakan pemberian izin tambang pada ormas menunjukkan bahwa pemerintah lebih memilih jalan pintas yang berisiko merusak lingkungan daripada mendukung inisiatif lokal yang berkelanjutan,” ucapnya.
Ia lantas mempertanyakan mekanisme pengawasan mengingat potensi penyalahgunaan izin tambang kepada ormas cukup besar lantaran bukan bidangnya. “Ini pun akan picu konflik horizontal semakin tajam.”
Pemerintah diharapkan segera membuka ruang dialog yang konstruktif dengan berbagai pihak terkait kebijakan ini. “Termasuk para aktivis lingkungan dan masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan,” sarannya.