Intime – Di penghujung 2025, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai tengah menghadapi ujian serius terkait komitmen terhadap supremasi konstitusi.
Wartawan senior Edy Mulyadi menyoroti adanya apa yang ia sebut sebagai “gerilya hukum” untuk mengakomodasi Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan dua undang-undang sekaligus.
Perpol tersebut membuka ruang bagi polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga negara. Padahal, Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 secara tegas melarang personel kepolisian aktif menduduki jabatan sipil, kecuali setelah pensiun atau mengundurkan diri. Larangan serupa juga termuat dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri serta UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Menurut Edy, alih-alih memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut Perpol tersebut, Presiden Prabowo justru mengarahkan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) guna “mengakhiri polemik”. Pernyataan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
“Langkah ini terlihat sebagai upaya melegitimasi pelanggaran konstitusi, bukan menyelesaikan masalah,” ujar Edy dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/12).
Ia menilai, penyusunan PP untuk mengakomodasi Perpol justru berpotensi menabrak prinsip bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
Sorotan juga diarahkan pada keterlibatan tiga tokoh hukum tata negara, yakni Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, dan Jimly Asshiddiqie, yang dinilai berada di garis depan pembenaran Perpol tersebut. Padahal, ketiganya dikenal sebagai figur yang memahami betul batas konstitusional relasi sipil dan aparat keamanan.
Edy menegaskan, polemik Perpol bukan sekadar persoalan teknis regulasi, melainkan menyangkut integritas elite hukum dan masa depan demokrasi. Pengaburan batas sipil dan aparat bersenjata, kata dia, mengingatkan pada praktik masa lalu yang berujung pada erosi demokrasi.
“Ini ujian eksistensial bagi negara hukum,” tegas Edy.
Ia menilai Presiden Prabowo harus segera bertindak tegas dengan mencabut Perpol dan memastikan seluruh kebijakan tunduk pada putusan MK.
Jika dibiarkan, Edy mengingatkan, kepercayaan publik terhadap negara hukum akan terus terkikis.
“Indonesia bukan arena kompromi kekuasaan elit. Konstitusi harus menjadi panglima,” pungkasnya.

