Intime – Koordinator Nasional FIAN Indonesia, Marthin Hadiwinata, menilai Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak akan menyelesaikan persoalan mendasar dalam pelaksanaan program unggulan Presiden RI Prabowo Subianto tersebut.
Menurut Marthin, Perpres tersebut disusun tanpa keterbukaan dan tidak berlandaskan pada prinsip hak asasi manusia (HAM) atas pangan dan gizi. Ia bahkan menduga, aturan itu hanya menjadi upaya pemutihan atas berbagai pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi dalam pelaksanaan proyek MBG.
“Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak terbuka dan transparan kepada publik dan terlebih tidak didasarkan kepada hak asasi manusia atas pangan dan gizi,” ujar Marthin dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (12/10).
Marthin mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia memiliki mandat internasional untuk menjadikan pendekatan hak asasi manusia sebagai dasar dalam setiap program pangan. Hal ini, katanya, juga ditegaskan dalam hasil pemantauan Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) PBB.
“Komite Hak Ekosob PBB menyatakan, pelaksanaan program pangan harus dilakukan berdasarkan hak asasi manusia atas pangan, yang meliputi konsultasi bermakna dengan masyarakat sipil, komunitas adat, petani, dan perempuan, sambil menghormati pertanian lokal serta mendukung sistem produsen pangan skala kecil,” paparnya.
Ia menambahkan, minimnya keterbukaan dalam penyusunan Perpres justru berpotensi menjadi legitimasi atas berbagai kekacauan yang terjadi dalam proyek MBG, mulai dari penetapan target penerima manfaat tanpa baseline data yang jelas hingga lemahnya pengawasan terhadap keamanan pangan.
“Kekacauan ini terkait erat dengan tiadanya konsep terbuka kepada publik mengenai tujuan utama proyek MBG, hingga lemahnya pengawasan yang dibiarkan oleh pemerintah,” tegasnya.
Lebih jauh, Marthin menuding Perpres Tata Kelola MBG hanya akan menjadi legitimasi proyek bagi-bagi anggaran tanpa memastikan akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana. Ia juga menyoroti adanya potensi konflik kepentingan dalam proses penunjukan pelaksana program, termasuk keterlibatan aparat keamanan.
“Konflik kepentingan sangat mudah terlihat dari tidak adanya keterbukaan terhadap proses penunjukkan kelompok pelaksana SPPG, termasuk intervensi aparat keamanan baik TNI maupun Polri dalam proyek MBG,” katanya.
Marthin menegaskan, tata kelola MBG seharusnya tidak bersifat sentralistik. Menurutnya, penyediaan akses pangan bergizi dan sehat mestinya dilakukan secara desentralisasi, dengan melibatkan masyarakat dan struktur yang sudah ada seperti Posyandu, Puskesmas, serta kelompok PKK.
“Program MBG seharusnya melibatkan warga dan lingkungan sekitar sekolah agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan, pemerintah telah menerima draf Perpres tentang Tata Kelola Program MBG dan akan segera diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk ditandatangani.
“Sudah di meja saya draf perpres tata kelola MBG. Sebentar lagi dikirimkan ke Presiden,” kata Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Jumat (10/10).
Prasetyo menyebut, penerbitan Perpres tersebut merupakan langkah penting untuk menyempurnakan tata kelola program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran. Sementara menunggu Perpres diteken, Badan Gizi Nasional (BGN) disebut tetap menjalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku.