Penundaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun. Dengan alasan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 tidak dapat dibenarkan.
Ini merupakan alasan yang egois. Bahkan, berbahaya bagi demokrasi, dan punya maksud buruk terhadap pemerintahan saat ini. Demikian pernyataan Perkumpulan Indonesia Muda (PIM).
“Ide penundaan pemilu yang digulirkan salah seorang menteri memperlihatkan ketidakpahaman yang bersangkutan terhadap konstitusi negara. Presiden Jokowi layak segera mengambil tindakan tegas kepada pejabat dimaksud,” ujar Ketua Dewan Pertimbangan PIM, Muhamad Suryawijaya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/1).
Diketahui, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan rata-rata pelaku usaha berharap Pilpres 2024 ditunda. Dia mengatakan, pengusaha masih harus menata dan memulihkan diri akibat pandemi Covid-19.
PIM beranggapan, kata dia, usulan itu egois karena dua hal. Pertama, ini hanya mengakomodasi kepentingan kelompok pengusaha tertentu saja, alih-alih dunia usaha secara keseluruhan.
“Faktanya, penyelenggaraan pemilu selalu menjadi stimulus ekonomi bagi banyak pelaku usaha dan juga mendorong aliran uang dari atas ke bawah dalam berbagai bentuk,” beber dia.
Dengan kata lain, pemilu adalah momentum yang memaksa pemulihan ekonomi disertai oleh penguatan faktor redistributif. Tanpa pemilu, pemulihan ekonomi akan hanya memperkuat pemusatan kapital pada lingkaran pengusaha yang memiliki akses kuat pada kekuasaan.
“Tak ada insentif politik kepada mereka untuk berbagi. Secara keseluruhan, politik dan bisnis di Indonesia menunjukkan tren yang semakin de-coupling,” ungkap Surya.
“Berkat rutinitas pilkada, Indonesia sudah terbiasa dengan penyelenggaraan pemilu. Pemilu bukan lagi peristiwa “keramat” dan atau “berbahaya”. Jadi tak usah didramatisasi,” lanjutanya.
Kedua, pemilu selalu menghadirkan harapan bagi masyarakat. Menunda pesta demokrasi karena pengusaha masih butuh “menyusu” pada pemerintah merupakan sebuah aksi tak bermoral karena sama saja seperti membunuh harapan masyarakat.
“Di era demokrasi terpimpin, pemilu tak diselenggarakan karena pada saat itu sistem ketatanegaraan sedang mencari bentuk yang tepat. Penundaan pada saat peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru terjadi karena ada krisis politik yang sangat besar,” ucap Surya.
Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus waspada. Pasalnya, dapat saja kemudian dikondisikan situasi krisis agar ada alasan memadai untuk menunda Pilpres. Jika ini terjadi, Indonesia telah dikorbankan demi ketamakan segelintir pengusaha yang mengatasnamakan kalangan bisnis.
“Terakhir, gagasan penundaan Pilpres ini juga memojokkan Jokowi karena mengesankan beliau adalah figur yang haus kekuasaan. Ini merupakan upaya pembunuhan karakter yang harus diwaspadai Pak Jokowi, terlebih karena dilakukan salah seorang pembantunya,” pungkas Surya.