Intime – Politikus PDI Perjuangan, Guntur Romli, secara tegas menolak wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden RI ke-2, Soeharto.
Guntur menilai, pemberian gelar tersebut akan mendistorsi sejarah dan mengubah narasi perjuangan reformasi 1998.
“Kalau Soeharto mau diangkat pahlawan, maka otomatis mahasiswa ’98 yang menggerakkan reformasi dan menggulingkan Soeharto akan disebut penjahat dan pengkhianat. Ini tidak bisa dibenarkan,” ujar Guntur dalam pernyataannya, Kamis (23/10).
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan berisiko mengikis pengakuan negara terhadap berbagai pelanggaran HAM berat yang terjadi di era Orde Baru.
“Kalau Soeharto diangkat pahlawan, maka peristiwa-peristiwa yang disebut pelanggaran HAM yang sudah ditetapkan negara pada era Orde Baru, bukan lagi pelanggaran HAM tapi bisa disebut kebenaran oleh rezim Orde Baru Soeharto saat itu,” tambahnya.
Guntur juga menyayangkan wacana yang seakan-akan menukar gelar untuk Soeharto dengan pengakuan untuk tokoh seperti almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah.
Menurutnya, logika tersebut cacat karena kedua tokoh tersebut dikenal sebagai pejuang yang melawan rezim Soeharto.
“Karena melawan Soeharto dan Orde Baru, yang layak jadi pahlawan ya Gus Dur dan Marsinah,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa fakta sejarah tidak boleh dilupakan, yaitu bahwa Soeharto adalah mantan presiden yang digulingkan oleh gerakan Reformasi ’98 karena praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), pemerintahan yang otoriter, dan dugaan pelanggaran HAM berat.
Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyerahkan berkas usulan 40 nama tokoh untuk mendapat gelar pahlawan nasional, termasuk tokoh buruh Marsinah, Presiden ke-2 RI Soeharto, hingga Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Usulan ini diserahkan Gus Ipul kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, di Kantor Kementerian Kebudayaan, Selasa (21/10).
“Usulan ini berupa nama-nama yang telah dibahas selama beberapa tahun terakhir. Ada yang memenuhi syarat sejak lima atau enam tahun lalu, dan ada pula yang baru diputuskan tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid, dan juga Marsinah,” kata Saifullah.

