Politisi Demokrat Sindir Gibran: Wapres Harus Jadi “Second Man in Command”, Bukan Sekadar Seremonial

Intime – Mantan anggota DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin, menyoroti peran Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka pada momentum satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Gibran yang jatuh pada 20 Oktober 2025.

Politisi Partai Demokrat itu mempertanyakan sejauh mana kontribusi Gibran dalam kebijakan strategis pemerintahan, terutama ketika Presiden Prabowo aktif melakukan kunjungan kenegaraan dan diplomasi global membahas isu pangan, energi, dan pertahanan.

“Sementara wapresnya lebih sering tampil di acara seremonial: membagi sembako, memotong pita, berswafoto, atau berkunjung ke pos kamling. Semua kegiatan itu baik, namun terlalu sederhana untuk jabatan setinggi wakil presiden,” ujar Didi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/10).

Didi menilai, di tengah situasi ekonomi global yang tak menentu, Indonesia membutuhkan figur wakil presiden yang benar-benar menjadi second man in command, bukan second man in comfort.

“Wapres seharusnya menjadi penggerak kebijakan, penyeimbang presiden, dan penjaga arah pemerintahan,” tegasnya.

Ia menambahkan, setelah setahun menjabat, publik belum melihat gebrakan nyata atau inisiatif kebijakan yang kuat dari Gibran.

“Negara tidak dikelola dengan punchline dan acara seremonial, melainkan dengan policy line dan keputusan strategis. Peran wapres masih terasa simbolik, belum menyentuh level kepemimpinan kenegaraan yang sesungguhnya,” sambung Didi.

Lebih jauh, Didi mengingatkan bahwa sejarah Indonesia telah mencatat banyak wakil presiden yang meninggalkan warisan berarti bagi bangsa.

Ia mencontohkan Mohammad Hatta yang membangun fondasi ekonomi kerakyatan, BJ Habibie yang memajukan teknologi dan demokrasi, serta Jusuf Kalla yang dikenal sebagai juru damai dan problem solver nasional.

“Adam Malik mengharumkan nama Indonesia di dunia diplomasi, Boediono menjaga stabilitas fiskal dan ekonomi, Tri Sutrisno mengawal masa transisi militer-sipil, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX meneguhkan semangat pengabdian tanpa pamrih,” tuturnya.

Didi berharap Gibran dapat meneladani jejak para pendahulunya tersebut dan membuktikan bahwa dirinya adalah aset bangsa, bukan sekadar aksesori kekuasaan.

“Sejarah tidak mencatat siapa yang paling muda menjabat, tetapi siapa yang paling banyak bekerja. Wapres harus hadir sebagai second man in command. Jika tidak, ia akan dikenang bukan karena prestasi, melainkan karena diam di tengah hiruk-pikuk bangsa,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini